Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia baru saja menerbitkan aturan terkait tata kelola Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Aturan itu menjadi landasan bagi pemerintah daerah untuk mengelola Izin Pertambangan Rakyat (IPR). Pemegang IPR adalah perorangan maupun koperasi.
Dilansir dari detikFinance, aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2025 tentang Peraturan Pelaksanaan PP Nomor 39 Tahun 2025 tentang Perubahan Kedua atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Peraturan ini ditandatangani Bahlil pada 14 November 2025 di Jakarta.
Menurut Pasal 73 ayat 1 dalam aturan tersebut, WPR ditetapkan sebagai bagian dari Wilayah Pertambangan (WP) provinsi. Usulan WPR diajukan oleh gubernur dengan mempertimbangkan rencana WP dan adanya kegiatan penambangan oleh masyarakat setempat yang tidak memenuhi persyaratan perizinan sesuai ketentuan perundang-undangan.
Kemudian, penetapan WPR juga harus memperhatikan aspek kelestarian daya dukung lingkungan hidup, termasuk endapan teras, dataran banjir, dan endapan sungai purba. Penetapan WPR harus memenuhi kriteria pemanfaatan ruang berdasarkan rencana tata ruang dan wilayah provinsi.
Adapun komoditas mineral yang boleh ditambang oleh WPR hanya berupa cadangan primer mineral logam dengan kedalaman maksimal 100 meter atau cadangan mineral sekunder yang terdapat di sungai atau di antara tepi sungai.
Simak Video "Video Bahlil Cerita Masa Sulit Hidup di Jakarta: Tidur di Musala-Jalan Kaki"
(iws/iws)