Perhimpunan Politeknik Swasta Indonesia (Pelita) menggelar Rapat Kerja Nasional (Rakernas) di Politeknik International Bali (PIB) Collage, Jalan Pantai Nyanyi, Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Tabanan, selama empat hari. Dari rakernas itu, salah satunya muncul dorongan transformasi Politeknik menjadi universitas terapan. Rakernas sendiri dihadiri 50 perwakilan Politeknik se-Indonesia yang digelar dari 8-11 Oktober 2025.
Ketua Pelita Indonesia, Akhwanul Akhmal, menegaskan kebijakan pendidikan tinggi saat ini belum memberikan ruang yang proporsional bagi perguruan tinggi vokasi.
Baca juga: Bali Jadi Lokasi Pertama Peluncuran Wi-Fi 7 |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan data, 77 persen perguruan tinggi di Indonesia berbentuk akademik dan hanya 23 persen vokasi. Kemudian, ada 10 juta mahasiswa yang 95 persen memilih akademik dan hanya 5 persen melanjutkan ke vokasi.
Menurut Akmal, kondisi ini harus diubah dengan memberikan legitimasi yang lebih kuat kepada Politeknik untuk berkembang menjadi Universitas Terapan. Langkah ini aar vokasi bisa sejajar dengan pendidikan akademik.
"Kami mendorong agar bentuk perguruan tinggi dirampingkan dari enam menjadi dua, yakni perguruan tinggi akademik dan universitas terapan yang fokus pada vokasi," kata Akhwanul Akhmal.
Rakernas tersebut turut dihadiri anggota DPR RI Dapil Bali, I Nyoman Parta selaku pembicara. Ia juga menyinggung soal transformasi tersebut. Menurutnya, hal itu rasional dan logis karena memang menjadi kebutuhan. Bahkan di luar negeri sudah ada universitas vokasi.
"Saat ini memang banyak ditemukan lulusan kampus tidak sesuai dengan bidang studinya. Kuliahnya di jurusan pertanian tapi kerja di bank. Jurusan kesehatan ada yang di bank. Jadi adanya universitas vokasi tentu akan membantu mengatasi dalam persoalan kebutuhan lapangan kerja dan kesiapan anak-anak yang lebih memiliki keterampilan," bebernya.
Nyoman Parta juga menyinggung keluhan Pelita mengenai Politeknik, terutama yang swasta, seperti dianaktirikan oleh pemerintah.
"Rezim pendidikan cenderung memfasilitasi yang negeri. Ini persoalan salah kaprah menurut saya. Walau dia swasta tapi yang sekolah kan anak-anak negeri yang mungkin sangat pantas dibantu oleh pemerintah," tegas Nyoman Parta.
Menurut Anggota Komisi X DPR RI ini, harusnya pemerintah memperlakukan kampus itu sama, terutama dari sisi pemberdayaan terhadap siswanya.
"Apakah badan hukum yayasan atau PT atau apalah itu, walau swasta pemerintah harus hadir untuk beri support," tandasnya.
(hsa/hsa)