Buntut Panjang dari Amblesnya Jalan Denpasar-Gilimanuk di Tabanan

Round Up

Buntut Panjang dari Amblesnya Jalan Denpasar-Gilimanuk di Tabanan

Tim detikBali - detikBali
Rabu, 09 Jul 2025 07:00 WIB
Warga mengamati kondisi jalan amblas di jalur Denpasar-Gilimanuk, Desa Bajera, Tabanan, Bali, Selasa (8/7/2025). Jalur yang merupakan akses utama menuju ke Pulau Jawa tersebut sejak Senin (7/7) hingga saat ini ditutup akibat jalan amblas dengan kedalaman sekitar 6 meter dan menyebabkan kemacetan lalu lintas. ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo
Foto: Warga mengamati kondisi jalan amblas di jalur Denpasar-Gilimanuk, Desa Bajera, Tabanan, Bali, Selasa (8/7/2025). (ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo)
Tabanan -

Amblesnya Jalan Denpasar-Gilimanuk, tepatnya di dekat Pasar Bajera, Desa Bajera, Kecamatan Selemadeg, Tabanan, tak hanya menyebabkan lalu lintas Jawa-Bali lumpuh. Kemunculan lubang raksasa di jalan itu juga berbuntut panjang atau berdampak ke berbagai hal.

Salah satu dampak dari amblesnya jalan itu adalah adanya pengalihan arus lalu lintas. Pengalihan arus ini juga berefek negatif. Sebab, pengendara angkutan harus merogoh kocek lebih dalam karena jaraknya lebih jauh. Selain itu, pedagang di dekat lokasi jalan ambles juga mengeluh omzetnya menurun.

Berikut dampak-dampak yang dirasakan akibat amblesnya Jalan Denpasar-Gilimanuk di Tabanan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sopir Stres Tak Bisa Pulang

Situasi di jalan ambles Desa Bajera, Kecamatan Selemadeg, Kabupaten Tabanan, Bali, Selasa (8/7/2025). (I Dewa Made Krisna Pradipta)Foto: Sopir tertahan akibat jalan ambles di Desa Bajera, Kecamatan Selemadeg, Kabupaten Tabanan, Bali, Selasa (8/7/2025). (I Dewa Made Krisna Pradipta)

ADVERTISEMENT

Sejumlah sopir truk pengangkut barang jurusan Jawa-Bali tertahan di sekitar lokasi jalan ambles di Desa Bajera sejak Senin (7/7/2025). Akibat kondisi tersebut, mereka tidak dapat melanjutkan perjalanan ataupun kembali ke Pulau Jawa.

Pantauan detikBali di lokasi, para sopir memilih tetap bertahan di truk masing-masing meski mengaku mulai kelelahan secara fisik maupun mental. Seperti cerita Kasdi, sopir asal Kudus.

Pria berusia 69 tahun itu harus makan dan tidur di truk sembari menunggu kepastian. "Tahunya kemarin kalau jalan tidak bisa dilewati. Saya kira awalnya macet karena ada demonstrasi," beber Kasdi ditemui detikBali, Selasa (8/7/2025).

Kasdi awalnya hendak kembali ke Surabaya setelah mengirim barang-barang elektronik ke Denpasar. Dia tertahan di lokasi sejak Senin sore di sana.

Kasdi mengaku masih akan tetap menunggu di lokasi sampai ada konfirmasi dari atasannya apakah harus memutar arah atau tetap menunggu perbaikan jalan. Bahkan, saat diwawancarai, Kasdi mengaku belum mandi, cuci, kakus (MCK) sejak Senin.

"Kalau lewat jalur Buleleng, ongkosnya dua kali lipat. Kalau lewat jalur ini (Jalur Denpasar-Gilimanuk) rata-rata habis Rp 2 juta," beber Kasdi.

Sopir lainnya, Idris (39) asal Kudus, juga mengalami hal serupa. Ia sebenarnya mengetahui informasi jalan jebol pada Senin (7/7/2025) pukul 17.00 Wita, tetapi ia mengira jalan bisa dilewati.

Sialnya, saat tiba di lokasi, kendaraan besar tak bisa melintas dan dianjurkan menempuh jalur Buleleng atau Karangasem jika ingin menyeberang ke Pulau Jawa.

Sama seperti Kasdi, Idris menunggu arahan atasannya. Tunggu instruksi dari bos dahulu. Kalau disuruh putar arah, ya mau tidak mau harus ke sana," kata Idris.

Idris ke Bali membawa makanan ringan dari Semarang, Jawa Tengah. Ia belum memutuskan putar arah karena sama-sama akan terjebak macet.

"Kalau tahu macet, mending saya diam di sini saja. Ongkosnya juga dobel kalau lewat jalur lain," tegas Idris.

Idris sudah 10 hari berada di Bali, termasuk waktu bongkar muat di kawasan Jalan Cargo, Denpasar. Ia mengaku stres akibat ketidakpastian.

Dari pantauan di lapangan, antrean truk besar mengular sepanjang sekitar 1 kilometer (km), mulai dari titik jalan ambles hingga ke selatan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Desa Berembeng, Kecamatan Selemadeg. Para sopir kini hanya bisa menunggu atau memilih jalur alternatif lain.

Pengeluaran Sopir Membengkak

Sejumlah pengemudi truk beristirahat untuk mendinginkan mesin kendaraan di wilayah Buleleng, Jalan Singaraja-Denpasar, Selasa (8/7/2025). (Made Wijaya Kusuma)Foto: Sejumlah pengemudi truk beristirahat untuk mendinginkan mesin kendaraan di wilayah Buleleng, Jalan Singaraja-Denpasar, Selasa (8/7/2025). (Made Wijaya Kusuma)

Kendaraan roda enam seperti truk dan bus mulai memadati ruas jalan di Buleleng sejak kemarin sampai Selasa (8/7/2025) akibat amblesnya Jalan Denpasar-Gilimanuk, Desa Bajera, Tabanan, Senin (7/7/2025). Pengalihan arus lalu lintas ini menyebabkan pengeluaran sopir membengkak.

Seperti yang dirasakan Alek (38), sopir angkutan barang dari Surabaya, Jawa Timur. Alek mengatakan pengeluaran untuk membeli solar bisa meningkat Rp 200 ribu dari biasanya.

"Biasanya kalau dari Gilimanuk lewat Tabanan paling nggak Rp 300 ribu. Kalau (lewat) di sini Rp 500 ribu habis ke Denpasar, belum lagi pas kondisi macet-macet gini," kata Alek ditemui detikBali saat mendinginkan mesin truk di wilayah, Buleleng, Selasa (8/7/2025).

"Jadinya banyakan minus dari ongkos," imbuhnya.

Alek membawa angkutan barang dari Surabaya yang akan dibongkar muat di wilayah Ketewel, Kecamatan Sukawati, Gianyar. Sebelum insiden jalan ambles, ia selalu melintasi jalur Tabanan karena lebih pendek dan medannya tidak terlalu berat. Namun, ia kini terpaksa memutar lewat Singaraja meski jaraknya jauh serta medan yang curam dan banyak belokan tajam.

"Biasanya muatan 4 jam sampai, kalau di sini bisa lebih 6 jam jalannya. Karena jalannya sempit banyak tanjakan, jalan kurang lebar ditambah muatan berat," jelas Alek.

Keluhan serupa juga disampaikan Arul, sopir truk lain yang melaju dari Gilimanuk menuju Denpasar. Menurutnya, tidak ada jalan lain selain lewat Singaraja untuk menuju ke Denpasar.

"Pertama kali bingung sih soalnya ini kan nanjak turun tajam, tikungannya tajam, turunannya juga curam. Cuma nggak ada lagi selain lewat sini," jelas Arul.

Arul mengatakan adanya pengalihan arus lalu lintas juga cukup memengaruhi pengeluaran, terutama untuk membeli bahan bakar solar. "Nambahnya bisa Rp 300-an ribu, soalnya muter, terus nanjak, tinggi kan soalnya," ujarnya.

Distribusi BBM Terkendala

Distribusi bahan bakar minyak (BBM) ke sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Pulau Dewata turut terdampak akibat amblesnya jalan di dekat Pasar Bajera. Hal ini dirasakan langsung oleh PT Pertamina.

Area Manager Communication, Relations & CSR Pertamina Patra Niaga Jatimbalinus Ahad Rahedi mengungkapkan penyaluran BBM ke wilayah Bali selatan untuk sementara tidak melintasi wilayah Bajera Tabanan. Walhasil, truk tangki BBM Pertamina kini harus memutar ke arah Buleleng.

"Pertamina Patra Niaga wilayah Bali telah melakukan antisipasi dengan melakukan penyaluran distribusi BBM menggunakan jalur alternatif melalui jalur ke arah Bali utara (Buleleng)," ujar Ahad saat dihubungi detikBali, Selasa (8/7/2025).

Ahad menjelaskan Pertamina terus berkoordinasi dengan pihak terkait agar mobil tangki BBM mendapat prioritas selama jalan di Bajera, Tabanan, jebol. Ia berharap penyaluran BBM di Bali tak terlalu terganggu hingga ruas jalan jebol tersebut bisa dilalui kembali.

"Diharapkan tidak berdampak banyak pada distribusi BBM selama masa perbaikan jalan yang jebol ini dan penyaluran BBM dapat tetap berjalan," jelas Ahad.

Selain truk tangki Pertamina, kendaraan besar seperti truk, bus, atau kendaraan roda 6 juga dialihkan menuju Singaraja. Sedangkan, kendaraan roda empat dan roda dua dialihkan melewati jalur selatan Polsek Selemadeg.

Tarif Angkutan Umum Berpotensi Naik

Dinas Perhubungan (Dishub) Bali menyebutkan tarif penumpang angkutan umum berpotensi naik imbas jalan jebol yang terjadi di Tabanan. Hal itu diungkapkan Kepala Bidang Angkutan Darat I Nyoman Sunarya.

"Ada kemungkinan (tarif naik) karena penggunaan BBM dan operasional akan penyesuaian," kata Sunarya kepada detikBali, Selasa (8/7/2025).

Namun, Sunarya belum dapat membeberkan apa saja pertimbangan lainnya untuk menaikkan tarif tersebut. Pasalnya, dari pihak pengelola angkutan belum ada usulan yang masuk ke Dishub mengenai kenaikkan tarif tersebut.

"Kami belum menerima info dari PO (perusahaan otobus), saya koordinasikan dahulu, dari PO AKDP (Angkutan Antar Kota Dalam Provinsi) belum ada usulan," ucap Sunarya.

Hingga saat ini, tarif angkutan umum masih normal tidak ada perubahan imbas dari jalan jebol tersebut.

Omzet Pedagang Turun

Salah satu lokasi berjualan pedagang dekat jalan jebol di Desa Bajera, Kecamatan Selemadeg, Tabanan. (Krisna Pradipta/detikBali)Foto: Salah satu lokasi berjualan pedagang dekat jalan jebol di Desa Bajera, Kecamatan Selemadeg, Tabanan. (Krisna Pradipta/detikBali)

Pengalihan arus lalu lintas akibat amblesnya Jalan Denpasar-Gilimanuk ternyata juga berdampak terhadap penurunan omzet sejumlah pedagang. Penjualan mereka menurun lantaran tak ada pengendara yang melintas seperti sebelum jalan itu jebol.

Penurunan omzet ini diakui oleh Andre, salah satu pedagang kelontong di sebelah timur jalan jebol. Pria yang tinggal di Banjar Bajera Saraswati ini berjualan perlengkapan rumah tangga, sembako, sarana persembahyangan, makanan dan minuman ringan.

"Yang terlihat menurun itu di penjualan makanan dan minuman. Biasanya pengendara dari arah Gilimanuk berhenti untuk beristirahat di sini," ujar Andre kepada detikBali, Selasa (8/7/2025).

Dagangan Andre kini hanya laku dibeli oleh pelanggan sekitar, terutama alat persembahyangan, seperti dupa dan sebagainya. Tak ada pengendara yang membeli minuman sebagaimana biasanya.

Pria yang berjualan di lokasi sejak 2020 itu berharap jalan Denpasar-Gilimanuk bisa dilalui dalam waktu dekat. Sehingga, ekonomi warga bisa kembali naik.




(iws/iws)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads