Proyek Penulisan Ulang Sejarah Tuai Kritik, Menteri HAM: Kenapa Harus Ragu?

Proyek Penulisan Ulang Sejarah Tuai Kritik, Menteri HAM: Kenapa Harus Ragu?

Edi Suryansyah - detikBali
Jumat, 20 Jun 2025 13:47 WIB
Menteri  HAM, Natalius Pigai, seusai menggelar dialog dengan masyarakat Desa Kuta, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah, NTB, Jumat (20/6/2025). (Foto: Edi Suryansyah/detikBali)
Menteri HAM, Natalius Pigai, saat ditemui Desa Kuta, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah, NTB, Jumat (20/6/2025). (Foto: Edi Suryansyah/detikBali)
Lombok Tengah -

Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mendukung proyek penulisan ulang sejarah Indonesia. Padahal, proyek penulisan ulang sejarah yang diusulkan Menteri Kebudayaan Fadli Zon itu menuai kritik dari sejumlah kalangan.

Pigai mengeklaim penulisan ulang sejarah itu dilakukan oleh kaum independen. Menurutnya, tidak ada alasan untuk meragukan sejarah hasil penulisan ulang tersebut.

"Kalau independensi, ya kenapa kita harus ragu? Pemerintah tidak mungkin intervensi dalam penulisan, masyarakat juga tidak mungkin intervensi. Karena yang tahu adalah penulisnya sendiri," kata Pigai di Desa Kuta, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), Jumat (20/6/2026).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pigai menjelaskan penulisan ulang sejarah Indonesia akan menggunakan narasi atau tone yang lebih positif. Ia menyebut naskah sejarah itu ditulis secara komprehensif dengan sudut pandang dari berbagai sisi.

"Ibarat sebuah sapi mandi di sungai. Anda melihat dari samping kanan, hanya mampu menjelaskan dari sudut pandang itu saja. Menulis sejarah itu harus komprehensif, yang bisa melihat dari delapan penjuru itu adalah sejarawan," imbuh Pigai.

ADVERTISEMENT

Ia pun merespons silang pendapat yang terjadi di masyarakat terkait proyek penulisan ulang sejarah itu. Pigai menyarankan masyarakat memberikan masukan dan saran yang lebih konstruktif.

"Ketika Anda mengatakan menurut saya begini, itu berarti Kamu melihat dari satu sisi. Masih ada tujuh sisi lain yang perlu dilihat. Analogi seperti ini adalah agar penulisannya komprehensif," ujar Pigai.

Di sisi lain, Pigai mengaku belum menerima draf penyusunan penulisan sejarah tersebut. "Jangankan kita, Menteri Kebudayaan saja belum tahu draf karena itu rahasia sejarawan," pungkasnya.

Proyek Penulisan Sejarah Ulang Tuai Kritik

Dilansir dari detikNews, sejumlah aktivis yang tergabung dalam Aliansi Organ 98 menolak penghapusan sejarah bangsa di Jakarta, Rabu (18/6/2025). Mereka mempermasalahkan pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang menyebut tak pernah ada pemerkosaan massal pada tragedi kerusuhan 1998. Mereka menilai pernyataan Fadli Zon itu mengingkari fakta sejarah yang telah terdokumentasi.

Kritik juga datang dari anggota Komisi X DPR RI Bonnie Triyana. Ia mendesak Fadli Zon untuk mengklarifikasi terkait pernyataan tak adanya pemerkosaan massal 1998. Bonnie meminta agar rencana penulisan ulang sejarah dihentikan.

"Apa yang menurut Menteri Kebudayaan tidak ada, bukan berarti tak terjadi," kata Bonnie Triyana, Rabu (18/6/2025).

Bonnie mendesak Kementerian Kebudayaan untuk menghentikan proyek penulisan ulang sejarah jika hanya bertujuan politis. Terlebih, jika tujuan penulisan ulang sejarah hanya untuk menyeleksi cerita perjalanan bangsa sesuai keinginan pemerintah.

"Jangan lakukan penulisan sejarah melalui pendekatan kekuasaan yang bersifat selektif dan parsial atas pertimbangan-pertimbangan politis. Apabila ini terjadi, lebih baik hentikan saja proyek penulisan sejarah ini," tuturnya.

Menurutnya, Fadli Zon seharusnya dalam menggagas proyek penulisan ulang sejarah Indonesia tidak menghilangkan adanya tindak kekerasan. Terutama, kata dia, kekerasan seksual terhadap kaum Tiongkok.

Sebelumnya, Fadli Zon menyebut banyaknya perdebatan di media sosial terkait penulisan ulang sejarah sebagai pepesan kosong. Fadli mengatakan sebaiknya publik menunggu progres buku di atas 70 persen baru diskusi dilakukan.

"Banyak yang diperdebatkan itu pepesan kosong gitu loh, yang diperdebatkan pepesan kosong yang tidak ada ya. Tunggu dulu bukunya atau sampai progres saya sampaikan tadi mungkin 70 persen, 80 persen," kata Fadli di gedung DPR RI, Jakarta, Senin (26/5/2025).

Fadli mengatakan uji publik akan dilakukan pada Juni atau Juli 2025 mendatang. Fadli menuturkan uji publik itu akan melibatkan para sejarawan dan ahli yang akan dilakukan sesuai dengan tema buku sejarah hasil penulisan ulang.




(iws/nor)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads