Bangkai penyu ditemukan terdampar di Pantai Legian pada Kamis pagi (13/3/2025). Penyu malang itu ditemukan dalam kondisi memprihatinkan, tanpa organ dalam dan hanya menyisakan tempurung serta kepala. Diduga, kematian hewan dilindungi itu akibat ulah manusia.
Yayasan Westerlaken Alliance Indonesia (WAI) menerima laporan dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Badung pada pukul 06.50 Wita setelah petugas DLHK yang sedang membersihkan pantai menemukan bangkai penyu.
"Dari foto yang dikirimkan, kelihatan sudah membusuk, dan tim kami segera meluncur ke lokasi yaitu di gapura Pantai Legian," ujar Abdul Latif Muhammad, dokter hewan di Yayasan WAI, saat dihubungi detikBali, Kamis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut keterangan Abdul Latif, bangkai penyu tersebut telah kehilangan semua organ dalamnya. "Yang tersisa hanya tempurung dan kepala. Bagian perut serta sirip depan dan belakang sudah benar-benar hilang bersih," imbuh Abdul Latif.
Kondisi ini menimbulkan kecurigaan bahwa penyu tersebut sengaja dipotong secara rapi untuk diambil daging dan organnya, bukan akibat serangan predator laut. Abdul Latif menekankan potongan tubuh yang bersih dan rapi menjadi indikasi keterlibatan manusia.
"Kami menduga ini ulah manusia, karena kalau akibat alam, predator, atau kapal, biasanya ada luka lain di tempurungnya," terangnya.
Abdul Latif juga meragukan penyebab matinya penyu karena faktor perubahan iklim atau faktor alam lainnya. "Kecil kemungkinan ini pengaruh iklim. Dugaan kami lebih kuat bahwa ini ulah manusia, karena potongannya sangat rapi," tambahnya.
Menurut Abdul Latif, beberapa penemuan penyu yang terdampar pada umumnya masih memiliki sisa-sisa tulang dan bagian tubuh lainnya.
"Dulu kami pernah mendapat laporan penyu terdampar yang sudah busuk, tapi kakinya masih ada dan tulang-tulangnya tersisa. Kali ini, benar-benar bersih." jelas pria yang juga disapa Dokter Latif.
Bangkai penyu tersebut diduga adalah jenis penyu hijau remaja dengan panjang tempurung mencapai 67 sentimeter (cm). Namun, Abdul Latif belum bisa memastikan terkait dugaan daging penyu itu dikonsumsi. "Penyu tidak boleh dikonsumsi lagi. Selain itu, beberapa jurnal menyebutkan bahwa konsumsi daging penyu berbahaya bagi pencernaan karena mengandung zat besi yang tinggi," ungkap pria 27 tahun tersebut.
Meski praktik konsumsi penyu masih terjadi di beberapa tempat, Abdul Latif menjelaskan hanya dua dari tujuh spesies penyu di dunia yang dianggap layak dikonsumsi, yaitu penyu hijau dan penyu belimbing. Namun, ia menegaskan bahwa praktik tersebut dilarang karena ancaman kepunahan.
"Penyu hijau adalah salah satu spesies yang dilindungi secara internasional dan masuk dalam golongan Appendix I, artinya spesies ini sangat terancam punah dan dilindungi secara ketat di bawah Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Fauna dan Flora Liar yang Terancam Punah atau (CITES), sehingga tidak boleh dikonsumsi dan diperdagangkan berdasarkan peraturan internasional," beber Abdul Latif.
Setelah proses pengamatan dan identifikasi, tim Yayasan WAI melakukan dokumentasi dan kemudian menguburkan bangkai penyu tersebut di sekitar lokasi penemuan.
"Sudah tidak ada organ yang tersisa, sehingga sulit untuk mengidentifikasi penyebab pasti kematian," pungkas dia.
(hsa/hsa)