Sebanyak 31 penerbangan di Bandara I Gusti Ngurah Rai, Badung, Bali, terdampak insiden pesawat Airfast yang bermasalah saat mendarat, Sabtu (8/3/2025) pagi. Sebanyak 31 penerbangan itu terdiri dari 10 penerbangan keberangkatan dan 21 kedatangan.
General Manager Bandara I Gusti Ngurah Rai Ahmad Syaugi Shabab menerangkan 10 penerbangan keberangkatan ditunda atau delayed. Terdiri dari lima penerbangan domestik dan lima penerbangan internasional.
Kemudian, 21 penerbangan kedatangan yang terdampak terdiri dari 9 penerbangan domestik dan 12 internasional. "Penerbangan kedatangan mengalami pengalihan pendaratan atau divert ke beberapa bandara alternatif," ujar Ahmad dalam keterangan tertulis yang diterima detikBali, Sabtu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ahmad merinci ada enam penerbangan yang dialihkan ke Bandara Lombok. Kemudian, lima penerbangan dialihkan ke Surabaya, Makassar (3), Semarang (2), Jakarta (1), dan Banyuwangi (1). Kemudian, terdapat tiga penerbangan kedatangan yang kembali ke bandara asal atau Return to Base (RTB), yakni di bandara Lombok, Jakarta, dan Singapura.
"Saat ini semua pihak sedang berupaya melakukan yang terbaik agar runway dapat segera beroperasi kembali," tandas Ahmad.
Pesawat Airfast dengan nomor registrasi DH PK OAM 6 dari Benete, Sumbawa Barat, mengalami kendala teknis saat mendarat di Bandara I Gusti Ngurah Rai, Badung, Bali, pada pukul 09.26 Wita, Sabtu. Akibat insiden tersebut, tujuh penumpang pesawat harus dievakuasi.
"Namun, dipastikan mereka tidak mengalami cedera serius," ungkap Ahmad.
Akibat kendala tersebut, pesawat sempat berada di runway. Ahmad menjelaskan untuk alasan keselamatan dan keamanan operasional penerbangan, untuk sementara runway tidak dapat didarati dan digunakan untuk lepas landas.
Hal itu berdasarkan NOTAM Nomor A0668/25 NOTAMN perihal penutupan runway dari pukul 10.15 Wita sampai dengan 12.10 Wita. Hal ini dilakukan untuk mengevakuasi penumpang dan pesawat ke apron.
"Selain itu juga harus diperiksa dan dipastikan tidak ada objek asing yang tertinggal di runway yang dapat berpotensi membahayakan keamanan keselamatan penerbangan," terang Ahmad.
(hsa/gsp)