Kenapa Buah Simalakama Dijadikan Peribahasa?

Kenapa Buah Simalakama Dijadikan Peribahasa?

Vincencia Januaria Molo - detikBali
Senin, 13 Jan 2025 06:30 WIB
Mahkota dewa
Buah mahkota dewa. Foto: Thinkstock
Denpasar -

Semeton pasti sudah tidak asing dengan peribahasa 'bagai makan buah simalakama'. Peribahasa ini menggambarkan situasi sulit di mana setiap pilihan yang diambil tetap membawa dampak negatif. Namun, tahukah Semeton bahwa buah simalakama juga ada di dunia nyata?

Asal-usul Buah Simalakama

Istilah simalakama berasal dari bahasa Melayu dan digunakan sebagai nama lain untuk pohon Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa). Buah yang dihasilkan pohon ini disebut buah simalakama.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Buah ini memiliki ciri khas berupa warna hijau pekat ketika masih mentah dan berubah menjadi merah cerah saat matang. Sekilas, tampilan buah ini sangat menggoda, tetapi jangan terkecoh! Di balik warnanya yang menarik, buah ini menyimpan potensi bahaya.

Buah Mahkota Dewa dikenal memiliki biji yang sangat beracun. Jika bijinya termakan, efek sampingnya bisa berupa sariawan, mabuk, hingga kejang-kejang.

Konsumsi dalam dosis berlebihan juga dapat menimbulkan risiko kesehatan, terutama bagi ibu hamil. Oleh karena itu, buah ini sering dianggap sebagai simbol dilema dalam peribahasa. Dimakan berbahaya, tetapi jika diabaikan, kita kehilangan manfaat kesehatannya.

ADVERTISEMENT

Khasiat

Meskipun bijinya beracun, buah Mahkota Dewa memiliki khasiat luar biasa sebagai tanaman herbal, terutama jika diolah dengan benar. Berikut beberapa manfaatnya:

1. Anti Peradangan: membantu mengurangi peradangan yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau mikroorganisme lainnya.
2. Anti Alergi: efektif meredakan gejala alergi.
3. Detoksifikasi: membantu menghilangkan racun dalam tubuh.
4. Mencegah Risiko Jantung Koroner: mendukung kesehatan jantung.
5. Meningkatkan Kekebalan Tubuh: memperkuat daya tahan tubuh.

Bagai makan buah simalakama mencerminkan situasi di mana setiap pilihan membawa konsekuensi buruk. Sama seperti buah Mahkota Dewa yang rasanya pahit dan beracun jika dimakan, tetapi diabaikan pun akan kehilangan manfaatnya. Peribahasa ini mirip dengan ungkapan 'Sayang-sayang buah kepayang, dimakan mabuk, dibuang sayang' yang juga melambangkan pilihan serba salah.

Buah simalakama bukan sekadar metafora dalam peribahasa, tetapi juga nyata di dunia kita. Di balik racunnya, buah ini menyimpan potensi manfaat jika digunakan dengan tepat. Peribahasa ini mengajarkan kita tentang realitas kehidupan, bahwa tidak semua pilihan bisa sempurna, tetapi kita tetap harus bijak dalam mengambil keputusan.

Artikel ini ditulis oleh Vincencia Januaria Molo peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom




(nor/nor)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads