Pengamat politik dari Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) Denpasar, I Nyoman Subanda, menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu berpotensi menurunkan angka golput pada pemilu mendatang. Pasalnya, putusan ini memberikan hak kepada semua partai politik untuk mengusung calon presiden dan calon wakil presiden.
"(Putusan MK) ini tidak mewajibkan, tetapi memberikan hak bagi partai untuk mengusung calon dalam urusan pencalonan," kata Subanda saat dihubungi, Jumat (3/1/2025).
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold. Sebelumnya, syarat pencalonan presiden dan wakil presiden adalah minimal 20 persen kursi DPR atau memperoleh 25 persen suara sah nasional di pemilu sebelumnya. Kini, semua partai politik peserta pemilu memiliki kesempatan untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ujar Ketua MK Suhartoyo, Kamis (2/1).
Putusan tersebut, lanjut Subanda, juga membuka peluang bagi calon independen, sehingga tokoh nasional non-partai seperti Menteri BUMN Erick Thohir atau Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Panjaitan memiliki kesempatan maju dalam Pemilu. Menurut Subanda, calon independen dapat bersaing setara dengan pasangan calon (paslon) yang diusung partai besar atau koalisi.
"Artinya, mereka (capres dan cawapres partai maupun independen) punya ruang. Nggak perlu menunggu partai besar atau berkoalisi. Partai kecil pun ada ruang untuk maju," jelasnya.
Dengan lebih banyak alternatif paslon, Subanda meyakini masyarakat akan lebih antusias menggunakan hak pilihnya, sehingga angka golput berpotensi menurun. Selama ini, minimnya pilihan kerap menjadi alasan masyarakat tidak berpartisipasi dalam Pemilu.
"Karena masyarakat tidak punya pilihan lain selain calon yang diusung partai besar. Dengan adanya peluang untuk partai kecil dan calon independen, masyarakat bisa punya lebih banyak alternatif," ujarnya.
Namun, Subanda mengingatkan agar partai politik tetap mempertimbangkan kualitas calon yang diusung. Menurutnya, partai politik harus memastikan paslon memiliki rekam jejak, kapabilitas, dan aksesibilitas yang baik terhadap masyarakat.
"Kalau (paslon) yang diusung tidak punya track record dan aksesibilitas yang bagus, jangan dipaksakan. Jadi, soal bagaimana mendapatkan calon pemimpin yang berkaliber," katanya.
(dpw/dpw)