Sejumlah warga Desa Pemuteran, Kecamatan Gerokgak, berunjuk rasa di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Buleleng, Rabu (18/12/2024). Warga mendesak agar DPRD Buleleng terlibat dalam penanganan dugaan pencaplokan tanah negara oleh mafia di Bukit Ser, Desa Pemuteran.
Berdasarkan pantauan detikBali, demonstrasi warga Desa Pemuteran didampingi sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM), salah satunya Gema Nusantara. Mereka membawa sejumlah spanduk anti korupsi.
Pendemo sempat menyampaikan aspirasi di depan gedung DPRD Buleleng. Akhirnya, DPRD Buleleng mengajak warga Desa Pemuteran untuk menyampaikan tuntutan secara langsung di ruang rapat gabungan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu perwakilan warga Desa Pemuteran, Komang Pande Susanta, mengatakan kasus pencaplokan Bukit Ser berawal dari permohonan tanah dari desa adat kepada negara pada 2007. Ada lima permohonan saat itu, salah satunya tanah seluas 1,81 hektare untuk memindahkan Pura Segara di Desa Pemuteran.
"Karena Pura Segara di Pemuteran itu kan lokasinya kecil dan juga berimpitan dengan perhotelan, jadi estetikanya kurang. Jadi dari Pak Kelian berniat memindah ke barat ke Bukit Ser. Itu tanah negara, makanya dimohonkan, keluarlah SPPT (surat pemberitahuan pajak terutang) tahun 2009," kata Susanta.
Namun, pada 2021 muncul sertifikat atas nama orang lain yang tidak sesuai dengan SPPT untuk lahan 1,81 hektare tersebut. Warga lantas meminta bantuan DPRD Buleleng untuk mengembalikan status tanah tersebut menjadi tanah negara. Tanah itu diharapkan dapat dimanfaatkan desa adat sebagai lokasi pembangunan pura.
"Harapan warga, kembalikan tanah negara itu, kembalikan menjadi milik desa adat. Masalah pengembangan siapa yang terlibat, mungkin nanti hukum yang menyelesaikan," ujar Susanta.
Wakil Ketua I DPRD Buleleng, I Nyoman Gede Wandira Adi, mengatakan aspirasi masyarakat telah diterima. Menurutnya, warga dan LSM meminta DPRD Buleleng untuk membentuk panitia khusus (pansus). DPRD Buleleng juga akan turun ke lapangan guna meninjau lokasi yang dipermasalahkan.
"Senin kami rapat untuk memformulasikan. Tuntutannya membentuk pansus, apakah harus membentuk pansus. (Penyelesaian) dikomandani oleh komisi 1 untuk menjadikan masalah ini terang benderang," jelas Wandira.
(hsa/hsa)