DPRD Buleleng menggelar rapat koordinasi terkait permasalahan tanah negara di Bukit Ser, Desa Pemuteran Kecamatan Gerokgak, Buleleng, Bali. Dalam rapat tersebut terungkap bahwa ternyata sudah ada bangunan vila yang sedang dibangun di lokasi tanah tersebut.
Ketua Komisi III, Ketut Susila Umbara, mengatakan lahan tersebut dikuasai oleh desa adat dengan bukti pendukung berupa SPPT atas nama Nyoman Sumerata selaku krama desa adat sesuai dengan penjelasan dari Badan Pengelolaan Keuangan dan Pajak Daerah (BPKPD). Namun pada kenyataannya, saat ini telah dikuasai oleh perseorangan, sehingga hal ini masih memerlukan pendalaman terkait proses dan mekanisme pengalihan hak atas tanah tersebut.
"Tanggal 13 ini kami rencananya mengundang pihak-pihak terkait untuk menjelaskan hal tersebut," ujarnya, Selasa (7/1/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam rapat tersebut DPRD turut mengundang SKPD yakni BPKPD, Dinas Perizinan, dan Satpol PP guna mendapatkan informasi terkait tanah dan bangunan yang menjadi persoalan warga.
Sehingga ke depan diharapkan dewan mendapat data dan informasi valid sebelum merekomendasikan kepada instansi berwenang untuk penanganan permasalahan lebih lanjut sesuai dengan tugas dan fungsi lembaga DPRD.
Terkait bangunan vila yang telah berdiri di atas lahan tersebut, Susila mengatakan sampai saat ini Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) belum keluar. Di mana menurut pengamatan DPRD, di lokasi tersebut diindikasikan terjadi pelanggaran Perda tentang sempadan pantai. Sehingga DPRD meminta agar Satpol PP segera mengambil langkah-langkah tegas menindak terhadap pelanggaran Perda tersebut.
Sementara itu, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasatpol PP) Kabupaten Buleleng, I Gede Arya Suardana, telah memberikan teguran lisan terhadap bangunan vila yang diindikasikan melanggar Perda. Ia telah berkoordinasi dengan Dinas Perizinan dan instansi teknis untuk menentukan apakah terjadi pelanggaran atau tidak yang diputuskan melalui SK sebagai dasar Satpol PP melakukan eksekusi terhadap permasalahan tersebut.
"Dia (vila) sudah memiliki NIB dengan risiko rendah. Nah masalah dia melanggar atau tidak, ini ada instansi teknis yang mengkaji, kalau terkait tata ruang ada di PU, nanti keputusannya itu melanggar atau tidak ada di forum tata ruang yang bisa mengeluarkan SK, nah itulah yang kami eksekusi nanti," beber Arya.
Arya menjelaskan terkait dengan penindakan harus tetap berdasarkan SOP yang berlaku yang didahului dengan teguran lisan, surat peringatan, dan pemberhentian sementara. Jika hal tersebut masih diabaikan maka akan dilakukan pembongkaran terhadap objek yang melanggar ketentuan.
Sebelumnya, sejumlah warga Desa Pemuteran, Kecamatan Gerokgak, berunjuk rasa di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Buleleng, Rabu (18/12/2024). Warga mendesak agar DPRD Buleleng terlibat dalam penanganan dugaan pencaplokan tanah negara oleh mafia di Bukit Ser, Desa Pemuteran.
Salah satu perwakilan warga Desa Pemuteran, Komang Pande Susanta, mengatakan kasus pencaplokan Bukit Ser berawal dari permohonan tanah dari desa adat kepada negara pada 2007. Ada lima permohonan saat itu, salah satunya tanah seluas 1,81 hektare untuk memindahkan Pura Segara di Desa Pemuteran.
"Karena Pura Segara di Pemuteran itu kan lokasinya kecil dan juga berimpitan dengan perhotelan, jadi estetikanya kurang. Jadi dari Pak Kelian berniat memindah ke barat ke Bukit Ser. Itu tanah negara, makanya dimohonkan, keluarlah SPPT (surat pemberitahuan pajak terutang) tahun 2009," kata Susanta.
Namun, pada 2021 muncul sertifikat atas nama orang lain yang tidak sesuai dengan SPPT untuk lahan 1,81 hektare tersebut. Warga lantas meminta bantuan DPRD Buleleng untuk mengembalikan status tanah tersebut menjadi tanah negara. Tanah itu diharapkan dapat dimanfaatkan desa adat sebagai lokasi pembangunan pura.
Penjabat (Pj) Bupati Buleleng Ketut Lihadnyana mengajak seluruh pihak untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Hal itu disampaikan Lihadnyana
"Berkenaan dengan sudah adanya laporan ke Polres Buleleng, saya mengajak seluruh pihak untuk menunggu dan menghormati proses hukum yang sedang berjalan," jelasnya.
Ia mendorong pihak terkait untuk transparan jika dimintai keterangan. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buleleng dalam hal ini tidak memiliki kewenangan atas tanah tersebut karena merupakan tanah negara bebas.
(nor/nor)