Akademisi dari Universitas Bunda Mulia, Antonius Rizki Krisnadi, menyoroti dampak negatif akibat tingginya arus wisatawan ke Bali, khususnya bagian selatan. Berbagai dampak negatif yang terjadi di Bali berupa degradasi lingkungan, tekanan sumber daya alam (SDA), peningkatan biaya hidup, serta kemacetan akibat urbanisasi tidak terkendali.
Ketua Program Studi Hospitality dan Pariwisata Universitas Bunda Mulia itu juga menyoroti marginalisasi budaya lokal dan ketimpangan ekonomi akibat kebijakan pariwisata yang terlalu terpusat di Bali selatan. Kondisi itu membuat wilayah lain di Bali kurang mendapatkan manfaat dari pariwisata.
Antonius menekankan pentingnya pendekatan holistik untuk mengatasi berbagai dampak negatif pariwisata di Bali melalui pemerataan pembangunan, pelestarian budaya, dan perlindungan lingkungan. Hal itu dilakukan guna menciptakan pariwisata Bali yang berkelanjutan dan berkeadilan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bagaimana marginalisasi budaya lokal, nah ini kebijakannya hanya berfokus pada turis asing bukan sebagai pada kebudayaan lokal, takutnya apa termodifikasi budaya lokal bagaimana mengurangi keaslian budaya lokal itu sendiri," kata Antonius, dilansir dari detikTravel, Kamis (28/11/2024).
Menurut Antonius, solusi untuk mengelola pariwisata Bali secara berkelanjutan memerlukan pendekatan komprehensif melalui Destination Management Organisation (DMO), yaitu kebijakan yang mengutamakan konservasi lingkungan dengan melibatkan masyarakat lokal sebagai aktor utama.
Salah satu langkah yang disarankan adalah mengembangkan destinasi wisata alternatif di luar Bali selatan, yang kini telah mengalami dampak signifikan akibat overtourism. Langkah itu bertujuan untuk menyebarkan kunjungan wisatawan secara lebih merata dan mengurangi tekanan terhadap kawasan tertentu.
Selain itu, peningkatan kesadaran semua pihak tentang pentingnya menjaga lingkungan dan budaya lokal juga menjadi prioritas. Edukasi dapat dilakukan melalui penyebaran informasi, baik selebaran di hotel maupun kampanye langsung yang ditujukan kepada wisatawan, pelaku industri, dan masyarakat lokal. Pesan utamanya adalah mendukung upaya pelestarian lingkungan dan menghormati tradisi lokal.
Antonius juga menekankan pentingnya penguatan infrastruktur yang mendukung pengelolaan pengunjung secara lebih efisien, seperti sistem transportasi yang ramah lingkungan dan pengelolaan limbah yang lebih baik.
Modal ekonomi inklusif juga harus diterapkan dengan melibatkan masyarakat lokal secara aktif dalam sektor pariwisata, baik sebagai pengelola usaha kecil maupun penyedia layanan. Sehingga, tidak hanya investor besar yang mendapatkan manfaat dari pariwisata Bali.
Dengan pemberdayaan masyarakat lokal, pariwisata tidak hanya mendatangkan keuntungan ekonomi, tetapi juga memperkuat identitas budaya Bali yang autentik.
"Solusinya ialah bagaimana mengelola pariwisata berkelanjutan yang bertahan lama melalui edukasi informasi lingkungan selebaran di hotel, infrastruktur maupun transportasi, modal ekonomi inklusif kemajuan pariwisata berkelanjutan," ujar Antonius.
Artikel ini telah tayang di detikTravel. Baca selengkapnya di sini!
(iws/iws)