Fotografi Pelari Jadi Tren di Denpasar, Bisa Hasilkan Puluhan Juta Sebulan

Fotografi Pelari Jadi Tren di Denpasar, Bisa Hasilkan Puluhan Juta Sebulan

Sui Suadnyana, Rizki Setyo - detikBali
Minggu, 06 Okt 2024 20:20 WIB
Bhani, fotografer jalanan, sedang memotret masyarakat berolahraga di Lapangan Niti Mandala Bajra Sandhi, Denpasar, Bali, Minggu sore (6/10/2024). (Rizki Setyo/detikBali)
Foto: Bhani, fotografer jalanan, sedang memotret masyarakat berolahraga di Lapangan Niti Mandala Bajra Sandhi, Denpasar, Bali, Minggu sore (6/10/2024). (Rizki Setyo/detikBali)
Denpasar -

Tren olahraga lari makin diminati masyarakat di Denpasar, Bali. Setiap sore, banyak warga yang memanfaatkan fasilitas publik untuk berlari atau berjalan santai.

Melihat tingginya antusiasme masyarakat, sejumlah fotografer mulai memanfaatkan momen ini untuk memotret para pelari, terutama untuk keperluan konten di media sosial. Banyak pelari yang tidak ragu mengeluarkan uang untuk membeli hasil foto yang diambil para fotografer.

Salah satu fotografer jalanan yang sering memotret di Lapangan Niti Mandala Bajra Sandhi, Denpasar, adalah Bhani. Ia telah menggeluti tren memotret pelari di sana sejak Mei 2024. Berbekal kamera dengan lensa tele, Bhani selalu siap mengambil gambar para pelari di spot-spot yang menurutnya menarik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Awalnya hanya iseng setelah melihat teman-teman di Jakarta dan Makassar, yang trennya sudah mulai sejak tahun lalu. Ketika saya melihat di Renon masih sepi, saya coba-coba saja memotret saat akhir pekan, ternyata ramai," ungkap Bhani saat ditemui detikBali di Lapangan Niti Mandala Bajra Sandhi, Denpasar, pada Minggu (6/10/2024).

Bhani mengeklaim dirinya sebagai salah satu yang memopulerkan tren fotografi pelari di Lapangan Niti Mandala Bajra Sandhi. Seiring waktu, makin banyak fotografer dari berbagai latar belakang yang ikut serta. Bhani pun merangkul mereka dan membentuk komunitas bernama Bali Sports Photographer.

ADVERTISEMENT

"Mayoritas anggota komunitas ini berasal dari latar belakang yang berbeda-beda. Ada yang berasal dari foto studio dan ada juga yang memang fokus pada fotografi olahraga," jelas pria berusia 25 tahun itu.

Hasil foto para pelari tersebut diunggah ke sebuah aplikasi khusus di mana foto-foto tersebut bisa dijual dan para fotografer bisa mematok harga sendiri. Bhani sendiri mematok harga Rp 30.000 hingga Rp 40.000 per foto.

Pria asal Banjarmasin ini mengaku meraup keuntungan hingga puluhan juta rupiah per bulan dari penjualan foto. "Penghasilan bisa mencapai dua digit per bulan, tergantung tingkat kerajinan kami juga. Saya mematok harga lebih tinggi, di Bali saya yang pertama kali menetapkan harga di kisaran Rp 22.000, sementara teman-teman lainnya lebih rendah," ujar Bhani.

Saat ini, Bhani bersama teman-temannya di komunitas Bali Sports Photographer berupaya mengedukasi para pelari agar mengunduh aplikasi yang digunakan untuk menjual foto. Bhani bahkan mengenakan kaus aplikasi tersebut dan menyebarkan brosur untuk mempromosikannya.

Lewat aplikasi tersebut, pelari akan menerima notifikasi wajah mereka telah terdeteksi di aplikasi. Hanya pemilik foto yang bisa melihat foto mereka, sementara orang lain tidak bisa menemukan foto tersebut.

"Meskipun aman, edukasi kepada pelari tidak selalu mudah. Banyak orang yang enggan difoto karena alasan privasi. Kalau ada yang keberatan, kami meminta maaf dan menjelaskan foto dijual melalui aplikasi yang aman," jelas pria yang juga dikenal dengan Spreadshoot itu.

Bhani menambahkan komunitas juga berfungsi untuk berdiskusi soal harga jual rata-rata dan trik meningkatkan penjualan dengan harga yang stabil. Ia menekankan pentingnya apresiasi terhadap fotografer, terutama fotografer jalanan, karena masih banyak yang menjual foto di harga rendah.

"Sayang sekali kalau foto-foto dijual terlalu murah, apalagi kamera itu mahal dan sensor serta servisnya juga tidak murah," ujar Bhani.




(iws/hsa)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads