Gas karbon dioksida (CO2) menjadi 'benteng penghalang' bagi polisi untuk melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) kapal tanker terbakar di perairan Gili Tepekong, Karangasem, Bali. Kadar gas CO2 di kapal itu diklaim cukup tinggi.
Kadar CO2 yang tinggi membuat petugas Direktorat Kepolisian Air dan Udara (Ditpolairud) dan Bidang Laboratorium Forensik (Bid Labfor) Polda Bali kesulitan untuk masuk ke dalam kapal tanker tersebut. Walhasil, olah TKP yang dilakukan oleh tim labfor belum berjalan maksimal.
"Kondisi kapal masih belum seratus persen aman karena kondisi kapal tersebut, kadar gas CO2 masih tinggi. Artinya masih berbahaya," ungkap Dirpolairud Polda Bali Kombes Nurodin kepada detikBali, Jumat (9/8/2024) malam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kapal Masih di Lokasi Terbakar
Menurut Nurodin, posisi kapal tanker saat ini masih berada di lokasi kebakaran, yakni di perairan Gili Tepekong, Karangasem. Ia juga belum dapat memastikan kemungkinan ada tersangka dalam insiden kebakaran yang menewaskan lima anak buah kapal (ABK) tersebut.
Dua Jenazah Sulit Dikenali
Dokter Forensik RSUP Prof IGNG Ngoerah Denpasar membeberkan kondisi lima jenazah korban kebakaran kapal tanker di perairan Gili Tepekong, Karangasem, Bali, Rabu (7/8/2024) dini hari. Para korban mengalami derajat luka bakar yang bervariasi. Dua jenazah bahkan sulit dikenali.
Dokter Forensik Medico Legal RSUP Prof Ngoerah Denpasar, Henky, mengungkapkan kelima jenazah diterima Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Prof Ngoerah Denpasar pada Rabu (7/8/2024) pukul 20.30 Wita. Terdapat dua jenazah yang mengalami luka bakar grade III. Semua tubuhnya terbakar hangus dan sulit dikenali.
Kemudian, dua jenazah lainnya masuk dalam kategori derajat II sampai III yang artinya mengalami luka bakar menengah hingga berat. Lalu, satu jenazah dengan derajat luka bakar II A, sehingga masih bisa dikenali.
"Kemudian, kami lakukan pemeriksaan luar untuk mencoba menentukan data medisnya. Itu adalah identifier sekunder. Jadi, ada primary identifier dan secondary identifier," ujar Henky, Jumat (9/8/2024).
Henky menjelaskan primary identifier atau identitas primer terdiri dari sidik jari, DNA, dan data gigi. Sementara, secondary identifier (identitas sekunder) terdiri dari data medis dan properti.
RS Kumpulkan Data Medis
Dia menjelaskan Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Prof Ngoerah Denpasar mencoba mengumpulkan data-data medis dan properti yang ada pada tubuh jenazah. Kemudian, dokter forensik juga meminta bantuan dari dokter gigi untuk mencocokkan data gigi.
Selain itu, tim Inafis juga datang untuk melakukan pemeriksaan sidik jari. Dalam beberapa waktu ke depan, RSUP Prof Ngoerah Denpasar juga merencanakan pemeriksaan DNA.
"Sampai saat ini yang bisa kami kumpulkan adalah baru data medis dan data propertinya. Kami baru mengumpulkan data post mortem atau data jenazah setelah kematian. Sedangkan kami perlu data antemortem," beber Henky.
Satu Jenazah Teridentifikasi
Dia mengungkapkan pada Kamis (8/8/2024), keluarga dari salah satu jenazah datang ke RSUP Prof Ngoerah Denpasar. Mereka telah memberikan data antemortem. Hasilnya, data tersebut cocok dengan salah satu jenazah.
Melalui pencocokan data secara ilmiah, Henky melanjutkan, ada kesesuaian data keluarga, yaitu, tahi lalat di sudut bibir kanan dan adanya jaringan parut di lengan atas jenazah.
Jenazah tersebut berjenis kelamin laki-laki atas nama Rizki Dwi Putranto (27). Dia berasal dari Cilincing, Jakarta Utara.
"Jadi, satu korban sudah bisa kami identifikasi. Sedangkan empat korban lainnya belum dapat diidentifikasi karena masih menunggu keluarga untuk datang ke RSUP Prof Ngoerah untuk dicari data antemortemnya," urai Henky.
Keluarga yang Merasa Kehilangan Diimbau Datang ke RS
Bila ada kesulitan dalam identifikasi jenazah, Henky berujar, nanti ada pemeriksaan DNA untuk membuktikan identitas jenazah sesuai dengan keluarganya. Dia pun meminta keluarga yang merasa kehilangan untuk datang ke RSUP Ngoerah.
"Kemungkinan diambil sampel untuk dijadikan data pembanding nantinya untuk pemeriksaan DNA untuk dicocokkan dengan keempat jenazah di ruang instalasi forensik RSUP Prof Ngoerah," jelasnya.
"Kami ingin segera mengembalikan jenazah ini ke keluarganya. Kalau sementara kami tidak punya data semasa dia masih hidup, kami juga kesulitan mencocokkan orang ini," tandas Henky.
(iws/gsp)