Kontroversi Penyediaan Alat Kontrasepsi Anak Sekolah di Indonesia

Nasional

Kontroversi Penyediaan Alat Kontrasepsi Anak Sekolah di Indonesia

Brigitta Belia Permata Sari - detikBali
Rabu, 07 Agu 2024 16:13 WIB
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi SadikinΒ di UID Bali Campus, Denpasar, Bali, Senin (22/4/2024). (Foto: Ni Made Lastri Karsiani Putri/detikBali)
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin. (Foto: Ni Made Lastri Karsiani Putri/detikBali)
Denpasar -

Pemerintah telah mengeluarkan peraturan terkait pengadaan alat kontrasepsi bagi remaja dan anak usia sekolah. Aturan itu menuai kontroversi di masyarakat.

Hal tersebut tertuang dalam PP Nomor 28 Tahun 2024 terkait pelaksanaan Undang-Undang No 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Pasal 103 dari PP tersebut sebetulnya lebih menekankan pentingnya edukasi anak usia sekolah dan remaja terkait kesehatan reproduksi. Mulai dari mengetahui sistem, fungsi, hingga proses reproduksi.

Lebih lanjut, ayat ke-4 dari pasal tersebut mengatur tentang pelayanan kesehatan reproduksi untuk anak usia sekolah dan remaja, salah satunya penyediaan alat kontrasepsi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bunyi ayat tersebut menimbulkan mispersepsi di kalangan masyarakat. Sebagian berpendapat penyediaan alat kontrasepsi tersebut secara tidak langsung 'menormalisasi' hubungan seksual di luar pernikahan.

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menegaskan penyediaan alat kontrasepsi bukan untuk pelajar, melainkan untuk remaja yang sudah menikah.

ADVERTISEMENT

"Sebenernya ini (alat kontrasepsi) diarahkan untuk usia sekolah, bukan buat pelajar," kata Budi Gunadi, dikutip dari detikNews, Rabu (7/8/2024).

Dia menjelaskan di beberapa daerah, masih banyak masyarakat dengan usia sekolah yang sudah menikah. Karena itu, pemerintah menargetkan mereka untuk diberi alat kontrasepsi.

"Teman-teman jangan salah tangkap, ini justru bukan untuk anak-anak sekolah, tapi untuk orang menikah usia sekolah," ungkapnya.

Di sisi lain, dia mengungkapkan bahwa permasalahan stunting di Indonesia terjadi karena angka perkawinan usia dini yang tinggi. Banyak usia di bawah 20 tahun yang hamil dan melahirkan bayi yang tidak sehat.

"Kematian ibu pun tinggi kematian bayi pun tinggi. Yuk, kalau menikah jangan terlalu dini. Kedua, kalau hamil, kalau ingin kematian ibunya rendah, kematian bayinya rendah, kalau hamil usahakan di atas 20 tahun," ujarnya.

"Itu sebabnya kita berikan kontrasepsi. Kontrasepsi ini diarahkannya untuk remaja yang menikah dini," lanjutnya.

Dia menjelaskan, implementasi Pasal 103 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan itu akan dikoordinasikan dengan para kepala daerah agar tidak salah sasaran.




(dpw/gsp)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads