Seniman Karikatur di Bali Masih Eksis di Tengah Gempuran Teknologi AI

Seniman Karikatur di Bali Masih Eksis di Tengah Gempuran Teknologi AI

Rizki Setyo Samudero - detikBali
Minggu, 28 Jul 2024 18:19 WIB
Karikaturis asal Bali I Wayan Tama saat live sketch di Sanur, Denpasar, Minggu (28/7/2024). (Foto: I Nyoman Adhisthaya Sawitra/detikBali)
Karikaturis asal Bali I Wayan Tama saat live sketch di Sanur, Denpasar, Minggu (28/7/2024). (Foto: I Nyoman Adhisthaya Sawitra/detikBali)
Denpasar -

Seniman karikatur di Pulau Dewata masih eksis di tengah gempuran teknologi artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. Mereka bertahan menggambar secara manual sebagai sumber penghidupan.

Karikaturis asal Bali, I Wayan Tama, tidak begitu khawatir dengan perkembangan teknologi digital yang memungkinkan produk kesenian dihasilkan oleh mesin. Menurutnya, seni menggambar manual masih banyak diminati dan mempunyai pangsa pasar tersendiri.

"Mereka yang mengerti seni, nggak mau pakai AI," tutur Tama saat ditemui detikBali di Sanur, Denpasar, Minggu (28/7/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pria asal Karangasem itu mengungkapkan saat ini banyak yang mencari seniman karikatur untuk menggambar secara langsung di tempat atau live sketch. Belum lama ini, Tama juga sempat unjuk kemampuan menggambar karikatur di ajang Pesta Kesenian Bali (PKB).

Tama mengeklaim banyak pengunjung PKB yang rela antre demi dibuatkan gambar kartun dari dirinya. "Itu bukti bahwa nggak berpengaruh banget itu AI. Ada chemistry tersendiri ketika mereka (digambar) dibandingkan dari foto atau AI," imbuhnya.

ADVERTISEMENT
Karikaturis asal Bali I Wayan Tama saat ditemui di Sanur, Denpasar, Minggu (28/7/2024). (Foto: Rizki Setyo Samudero/detikBali)Karikaturis asal Bali I Wayan Tama saat ditemui di Sanur, Denpasar, Minggu (28/7/2024). (Foto: Rizki Setyo Samudero/detikBali)

Harga gambar karikatur bikinan Tama bervariasi. Ia menjual karyanya paling mahal Rp 1,5 juta untuk live sketch. Sedangkan pada acara-acara lokal seperti PKB beberapa waktu lalu, ia mematok harga mulai dari Rp 50 ribu per sketsa.

Menurut Tama, keahlian seniman karikatur untuk live sketch juga bisa menjadi tren saat acara pernikahan. "Saya lihat catatan-catatan dari sebelum COVID-19 sampai sekarang, malah lebih banyak sekarang (mengikuti live sketch) meskipun di tengah era AI," terangnya.

Meski begitu, Tama tidak anti dengan perkembangan teknologi. Ia memanfaatkan media digital sebagai ajang promosi hasil karya-karyanya.

Menggambar Sejak Belia

Tama sudah tertarik dengan seni rupa sejak duduk di bangku sekolah dasar (SD). Kala itu, ia gemar sekali menggambar dan beberapa kali diminta untuk menggambar tokoh-tokoh pahlawan oleh gurunya.

"Dari kelas 4 SD sudah ada bakat, disuruh bikin gambar-gambar sama guru. SMP mulai kirim-kirim gambar di koran," tutur Tama.

Tama sempat tidak diizinkan menjadi seorang seniman oleh orang tuanya. Musababnya, penampilan seorang seniman kerap dianggap urakan dengan rambut panjang dan pakaian yang terkesan tidak rapi.

"Kesannya seperti itu, harapan orang tua jadi pegawai pada zaman itu," imbuh Tama.

Meski begitu, Tama tidak bisa menyembunyikan jiwa seninya. Setelah lulus SMA, ia bekerja di sebuah rumah produksi film kartun dan semakin mendalami teknik menggambar kartun.

Mulanya, Tama lebih banyak menggambar sketsa untuk teman-temannya. Pada 2008, ia mendapatkan tawaran untuk live sketch di Garuda Wisnu Kencana (GWK).

"Setelah beberapa tahun di sana, tahun 2010 saya ditantang lagi untuk benar-benar cari customer. Saya mulai live sketch di Kuta dan banyak yang tertarik. Dari sana saya asah terus karikatur," imbuh pria berusia 56 tahun itu.




(iws/hsa)

Hide Ads