Komisi Pemilihan Umum (KPU) Bali menyatakan tidak ada satupun calon independen yang berlaga dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2014. Pengamat menilai banyak faktor yang merugikan calon independen jika melawan calon kepala daerah (cakada) yang diusung partai politik.
Dosen Ilmu Politik Universitas Udayana (Unud) Efatha Filomeno Borromeu menilai calon independen nihil disebabkan birokrasi pendaftaran yang terlalu merepotkan. Birokrasi yang ketat itu berujung pada pengeluaran atau biaya yang besar bagi calon independen.
"Syarat-syarat ini menciptakan 'biaya masuk' tinggi yang menguntungkan partai besar dengan sumber daya melimpah dan akses pemenuhan persyaratan politik lainnya," kata Efatha dalam keterangan tertulis kepada detikBali, Selasa (14/5/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Faktor kedua, lanjut Efatha, adalah dominasi cakada dari partai politik. Pengaruh partai-partai besar seperti membekukan status quo peta politik dan menghalangi penetrasi calon independen yang kemungkinan akan berjuang dalam membawa ide-ide segar yang inovatif.
Kaitannya dengan itu, calon independen akan menghadapi berbagai kesulitan saat kampanye, mulai dari mekanisme kalkulasi pendanaan, akses media, hingga dukungan logistik.
"Partai besar seringkali mengaktifkan strategi alelopati politik, menggunakan sumber daya untuk menekan kompetisi politik, menggilas pertumbuhan pihak-pihak baru, dan menjaga kontrol atas narasi politik yang sudah terbangun lama," terang Efatha.
Pengamat politik dari Universitas Pendidikan Nasiona (Undiknas) I Nyoman Subanda setali tiga uang. Subanda juga menilai keengganan calon independen di Bali juga soal repotnya birokrasi pendaftaran dan besarnya biaya kampanye jika harus ditanggung dua orang saja.
"Harus mengumpulkan saksi dan KTP. Persyaratan utama itu adalah berupa mengumpulkan dukungan berupa KTP. Itukan nggak gampang. Jadi kalau perorangan mau maju (pilkada) harus siapkan logistik dan dana yang besar," kata Subanda.
Penderitaan calon independen tidak berhenti sampai di situ. Subanda mengatakan, jika seandainya menang, calon independen berisiko melawan semua partai saat mengeluarkan kebijakan. Kebijakan yang baik dapat dianulir hanya karena banyak anggota legislatif yang tidak setuju. Dengan begitu, akan sulit bagi wali kota atau bupati yang menjabat dari jalur independen untuk memajukan daerahnya.
"Contoh saja (eks Gubernur Bali) Wayan Koster. Kebijakannya bisa lancar karena dia dari partai dominan, yakni PDI Perjuangan. Selain itu, tidak semua calon independen bisa seperti Ahok (eks Gubernur Jakarta). Dia orang lurus yang berani melawan partainya sendiri," katanya.
Baca juga: Sah, Pilgub Bali 2024 Tanpa Calon Independen |
Sebelumnya, Pemilihan Gubernur (Pilgub) Bali 2024 dipastikan tak akan diikuti oleh calon independen. Musababnya, tak ada calon perseorangan yang mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Bali hingga batas waktu penyerahan dokumen dukungan pada Minggu (12/5/2024).
Jadwal penyerahan dokumen dukungan bakal pasangan calon perseorangan pada Pilgub Bali 2024 sudah dibuka sejak Rabu, 8 Mei 2024. Bakal calon perseorangan, dia berujar, perlu mengumpulkan 277.909 dukungan dengan persebaran minimal di lima kabupaten/kota di Bali.
(hsa/hsa)