Kepulauan Flores menjadi rumah bagi beragam suku dan etnis yang masing-masing membawa warisan budaya yang unik dan berharga. Dari suku Manggarai yang terkenal dengan rumah adatnya yang megah hingga suku Sikka yang mahir dalam seni tenun ikat halus.
Tapi, apakah detikers tahu seputar eksistensi Suku Sikka? Yuk, simak uraian di bawah ini!
Sejarah Asal-Usul
Suku Sikka merupakan bagian dari komunitas adat yang berada di Kabupaten Sikka, Flores Timur Tengah, Nusa Tenggara Timur (NTT). Populasinya diperkirakan mencapai lebih dari 350.000 orang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka berasal terutama dari daerah Kecamatan Bola, Lela, Maumere, dan Kewapante. Kabupaten Sikka memiliki warisan sejarah yang kaya, terutama melalui masa kejayaan kerajaan kuno dan pengaruh luar yang memengaruhi budaya lokal.
Suku Sikka adalah sebuah kelompok etnis yang memiliki domain yang sebelumnya diperintah oleh Raja Sikka. Mereka memiliki bahasa dan budaya yang berbeda dengan suku Tana Ai.
Pada awal abad ke-17, masyarakat Sikka memiliki hubungan yang erat dengan Portugis, yang meninggalkan pengaruh budaya dan agama Katolik di wilayah tersebut.
Kerajaan Sikka, yang pusat pemerintahannya terletak di desa Sikka Natar di pantai selatan, dipimpin oleh Raja Sikka pertama, Mo'ang atau Don AlΓ©su Ximenes da Silva, pada pertengahan abad ke-17. Selama masa pemerintahan Portugis, masyarakat Sikka mengadopsi nama marga Portugis, 'da Silva'.
Selama beberapa abad berikutnya, Sikka berganti kepemimpinan. Hingga akhirnya pada tahun 1952, dengan berlalunya raja terakhir, Don Josephus Thomas Ximenes da Silva, aturan rumah kerajaan Sikka berakhir. Wilayah Sikka kemudian menjadi bagian dari negara Indonesia, meninggalkan jejak yang kaya dalam sejarah dan budaya suku Sikka.
Tradisi
![]() |
β’ Orang Sikka memiliki tradisi kekerabatan yang berbasis pada kesadaran memiliki nenek moyang yang sama. Perkawinan ideal biasanya dengan sepupu silang tiga hingga empat lapis keturunan. Pemilihan pasangan hidup dipengaruhi oleh tingkat kedudukan dan kepribadian, serta nilai mas kawin yang tinggi seringkali menandakan kehormatan dan perilaku yang baik. Dan pada umumnya anak sulung laki-laki lah yang mendapat warisan dengan bagian paling banyak.
β’ Bahasa yang digunakan oleh suku Sikka berbeda dengan suku lain di daerah tersebut, seperti suku Tana Ai. Bahasa Sikka memiliki tiga dialek utama, yaitu dialek Sokka, Nita, dan Kange. Jumlah penuturnya sekitar 150.000 jiwa, tersebar di berbagai kecamatan di Kabupaten Sikka.
β’ Ritual adat, terdapat ritual adat yang dilakukan terhadap rumah adat dari suku Sikka in sendiri, yakni memberi sesajen kepada leluhur, dilakukan di Ulu Higun, ruangan yang terletak di sudut kanan lepo. Ulu Higun juga menjadi tempat untuk menyimpan benda pusaka atau warisan leluhur. Tempat ini sangat eksklusif, hanya dapat dimasuki oleh penjaga atau penghuni lepo, dan pihak luar memerlukan izin khusus untuk masuk.
β’ Tradisi tenun kain Sikka menjadi salah satu kekhasan daerah Sikka di Nusa Tenggara Timur. Kain tenun ini memiliki fungsi sebagai pakaian sehari-hari, mas kawin, dan juga digunakan dalam upacara adat orang Sikka. Motif-motif pada kain tenun ini juga memiliki pesan moral dan simbolik tersendiri bagi penenunnya.
Kesenian tenun ikat menjadi bagian penting dalam kehidupan suku Sikka, khususnya dilakukan oleh kaum wanita. Kain tenun Sikka memiliki motif khas dengan warna dasar yang gelap, seperti hitam, coklat, biru, dan biru-hitam. Motif-motif yang dihasilkan terinspirasi dari cerita nenek moyang, seperti motif okukire dan mawarani.
Pemerintah Kabupaten Sikka telah memberikan dukungan yang kuat dalam pelestarian dan pengembangan tradisi ini. Seperti dengan menggelar Event Rekor Muri Seni Ikat Tenun dan mengakui nilai tinggi dari kain tenun sebagai bagian dari Warisan Budaya Leluhur Kabupaten Sikka.
Ikat Tenun Sikka adalah warisan budaya asli Kabupaten Sikka yang telah diwariskan secara turun-temurun dan masih dipertahankan hingga saat ini. Dikerjakan oleh para wanita menggunakan alat-alat tradisional, proses pembuatan ikat tenun ini melibatkan waktu yang cukup lama, mulai dari menyiapkan peralatan hingga proses pewarnaan alami.
Motif-motif yang dihasilkan sangat bervariasi, termasuk motif asli seperti Utan(g) Jentiu serta kreasi pengrajin sendiri. Kain Tenun Sikka memiliki nilai estetika dan filosofi yang tinggi, baik dari segi status sosial, budaya, maupun ekonomi.
Pengakuan atas kekayaan budaya ini tercermin dalam 52 motif Ikat Tenun Sikka yang mendapat pengakuan sebagai Hak Kekayaan Intelektual (HKI).
Pakaian Adat
![]() |
β’ Busana Adat Pria
Pakaian tradisional pria Suku Sikka terdiri dari labu bertangan panjang, serupa dengan kemeja, yang biasanya berwarna putih seperti kemeja gaya barat. Di bagian dada, sering kali diselendangkan selembar lensu berwarna dengan corak flora atau fauna. Bagian bawah pakaian disebut utan atau utan werung, berupa sarung berwarna gelap dengan garis-garis biru melintang.
Destar, tutup kepala pria, terbuat dari kain batik soga dan diikat dengan pola tertentu agar ujungnya turun menempel di kedua sisi wajah dekat telinga. Perhiasan penting namun jarang digunakan adalah keris, yang biasanya disisipkan pada pinggang sebagai simbol keperkasaan dan kesaktian.
β’ Busana Adat Wanita
Busana tradisional wanita Suku Sikka terdiri dari labu liman berun, mirip kemeja berlengan panjang terbuat dari sutera atau kain berkualitas tinggi. Labu ini terbuka sedikit di bagian pangkal leher untuk memudahkan pemakaian.
Di atas labu, wanita memakai dong, sejenis selendang yang diselipkan melintang di dada. Sarung wanita, disebut utan lewak, dihiasi dengan ragam flora dan fauna dalam lajur-lajur bergaris. Warna-warna kain dan cara penyandangannya memberikan pesan simbolik tentang suasana hati, status sosial, dan usia.
Perhiasan pada kepala tersemat pada sanggul atau konde, sering kali berupa tusuk konde dengan ukiran keemasan. Perhiasan lainnya seperti kalar dari gading dan perak dipakai di pergelangan tangan, disesuaikan dengan acara atau peristiwa yang sedang berlangsung.
Rumah Adat
![]() |
β’ Lepo Gete: Kediaman Raja-Raja Sikka
Lepo Gete adalah sebuah bangunan rumah yang menjadi tempat tinggal bagi raja-raja Sikka. Bangunan ini memiliki struktur rumah panggung dengan ketinggian kaki-kaki tiang pendukung mencapai 3 meter, panjang 20 meter, dan lebar 15 meter.
Terdiri dari dua bagian utama, yakni tedang yang berfungsi sebagai pendopo rumah untuk menerima tamu, musyawarah, serta tempat perjamuan atau pesta. Bagian kedua disebut Une, yang merupakan tempat khusus untuk penghuni rumah atau anggota keluarga dekat.
Une terletak lebih tinggi dari bagian tedang dan dihubungkan oleh tangga atau dang. Selain itu, bagian belakang Lepo Gete dilengkapi dengan dapur, tempat penyimpanan makanan (Awu dan Ronang), serta kamar tidur untuk pembantu rumah.
β’ Lepo Kirek: Pusat Kegiatan Adat
Lepo Kirek merupakan pusat kegiatan adat atau pertemuan adat bagi masyarakat Sikka. Bangunan ini terdiri dari pekang gete, sebuah ruang besar yang digunakan untuk pertemuan-pertemuan adat atau makan bersama, yang terletak setelah pintu masuk lepo. Selain pekang gete, ada juga tedang poar yang merupakan ruangan yang menghubungkan pekang gete dengan bagian belakang lepo.
Artikel ini ditulis oleh Rusmasiela Mewipiana Presilla peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(nor/nor)