Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Dirjen P2P Kemenkes) Maxi Rein Rondonuwu mengutarakan Indonesia perlu memproduksi ratusan juta telur agar uji coba nyamuk wolbachia bisa maksimal. Minimal bisa dilakukan di ibu kota masing-masing provinsi.
"Kalau kita sudah mampu per pekan kebutuhan nasional, ratusan juta telur, sudah bisa minimal ibu kota provinsi kita sudah bisa (uji coba)," ungkap Maxi seusai resmikan gedung layanan karantina kesehatan Balai Besar Karantina Kesehatan Denpasar di Tuban, Badung, Bali, Selasa (7/5/2024).
Kata Maxi, pengembangan nyamuk untuk menekan kasus DBD ini sudah penuh dilakukan di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Bontang, Kalimantan Timur. Uji coba juga sudah dilakukan di Semarang dan Kota Bandung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Wolbachia sudah di lima kota. Terakhir di DKI (Jakarta) nanti, sebentar lagi launching. Untuk Yogyakarta sudah pertama kali uji coba," katanya.
Maxi menyebut penyebaran nyamuk wolbachia dilakukan bertahap. Sebab produksi telurnya masih terbatas. Baru ada di dua tempat, yakni Yogyakarta dan Salatiga. Sedangkan Bali menyusul, bekerja sama dengan Universitas Udayana.
"Produksi telur itu tidak gampang. Telur nyamuk baiknya, wolbachia perlu (waktu) produksi. Contoh Kupang disiapkan setiap pekan, kebutuhannya di atas 15 juta telur," jelas Maxi.
"Sementara diproduksi nanti di Bali, kerja sama Udayana, UGM di Yogya, dan Salatiga. Kami juga akan siapkan produksi besar nasional dengan Bio Farma dan bantuan Australia untuk produksi secara nasional," sambung dia.
Disinggung terkait uji coba nyamuk tersebut di Bali, Kemenkes mengaku sedang menyiapkan. Ia tak menjabarkan kapan waktunya.
"Itu akan kami tangani langsung dari pusat. Kami tidak serahkan lagi ke lembaga lain untuk wolbachia," pungkas Maxi.
(nor/nor)











































