Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan transaksi mencurigakan yang mengalir ke rekening 21 partai politik (parpol). Bawaslu dan KPU merespons temuan PPATK tersebut.
Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari mengungkapkan temuan PPATK itu bukanlah ranah KPU untuk menindaklanjutinya. KPU hanya mengurus rekening dana kampanye.
"Yang diurus KPU adalah rekening dana kampanye. Tugas KPU adalah laporan dana kampanye termasuk rekening dana kampanye, bukan laporan keuangan partai dan bukan rekeningnya partai," ungkap Hasyim di Denpasar, Bali, Kamis (11/1/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menjelaskan tugas KPU mengawasi dana kampanye. Intinya, kata Hasyim, dana kampanye ada batasan maksimal sumbangannya.
"Kalau yang nyumbang itu korporasi itu ada batasnya, perorangan juga ada batasnya. Yang dilarang itu adalah melampaui batas sumbangan yang sudah ditentukan," jelasnya.
"Kalau diundang-undang, perorangan itu Rp 2,5 miliar, kalau perusahaan Rp 7,5 miliar," imbuh mantan Kepala Satkorwil Banser Jawa Tengah itu.
Kemudian, kata Hasyim, peserta pemilu juga dilarang menerima sumbangan dana dari negara asing. Misalnya, pemerintah asing, perusahaan asing, maupun warga negara asing.
"Dan kami baru bisa memastikan kalau ada pelanggaran atau tidak, apakah taat atau tidak nanti setelah diaudit oleh kantor akuntan publik yang ditetapkan oleh KPU," terangnya.
Adapun, sanksi yang diterima peserta pemilu yang ditemukan adanya pelanggaran terkait dana kampanye adalah tidak bisa ditetapkan sebagai calon terpilih.
"Kalau tidak melaporkan dana kampanye setidaknya dia menang, yang bersangkutan tidak ditetapkan sebagai calon terpilih," tandasnya.
Sementara itu, Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja menjelaskan bahwa informasi PPATK adalah informasi yang rahasia. Menurutnya, tidak bisa digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.
"Pertama, apakah itu bisa diklasifikasikan tindak pidana. Kedua, informasi PPATK itu adalah informasi yang sangat rahasia, tidak bisa digunakan sebagai alat bukti di pengadilan," ungkap Rahmat.
Oleh sebab itu, kata dia, informasi tersebut merupakan informasi awal yang diterima Bawaslu. Tentu, akan mereka proses jika informasi tersebut benar dan akan dilaporkan ke penegak hukum.
Termasuk temuan 100 calon legislatif (caleg) terindikasi melakukan transaksi mencurigakan. Ia akan melihat dan mengecek informasi tersebut.
"Coba akan kami lihat nanti dari informasi yang bersangkutan," tandasnya.
Sebelumnya PPATK mengungkap dana transaksi mencurigakan yang melibatkan daftar caleg tetap (DCT) di Pemilu 2024. Nilai transaksi mencurigakan itu mencapai Rp 51 triliun.
"Laporan mencurigakan sendiri terhadap 100 DCT ini kita ambil 100 terbesarnya ya terhadap 100 DCT itu nilainya Rp 51.475.886.106.483," kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana kepada wartawan, Rabu.
Ivan mengatakan 100 caleg itu merupakan sampel caleg dengan transaksi keuangan terbesar yang dianalisis PPATK sepanjang 2022 hingga 2023. Para caleg itu juga diketahui melakukan transaksi setoran dana di atas Rp 500 juta.
"Kita juga melihat 100 DCT yang lakukan transaksi setoran dana dalam jumlah Rp 500 juta ke atas, itu dari 100 orang saja angkanya Rp 21.760.254.437.875," ujar Ivan.
"Dan penarikan kita lihat juga ada 100 DCT yang menarik uang Rp 34.016.767.980.872," sambung Ivan.
Hasil analisis dari PPATK juga menemukan adanya aliran dana dari luar negeri kepada 100 caleg tersebut. PPATK menemukan adanya uang Rp 7,7 triliun dari luar negeri kepada rekening 100 caleg yang telah dianalisis tersebut.
"Jadi kami melaporkan laporan IFTI (International Fund Transfer Instruction Report) jadi terhadap 100 DCT yang tadi datanya sudah kita dapatkan ada penerimaan senilai Rp 7.740.011.320.238. Jadi orang ini menerima uang dari luar negeri sebesar itu," ujar Ivan.
(dpw/hsa)