Menparekraf Sandiaga Salahuddin Uno turut menyoroti serbuan lalat di wilayah Kintamani, Bangli, Bali. Ia meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali untuk menindaklanjuti serbuan lalat ke kawasan pariwisata tersebut setelah viral di media sosial (medsos).
"Saya minta Pak Kadis (Pariwisata Provinsi Bali) ini ada temuan lalat di Kintamani, segera ditindaklanjuti," kata Sandiaga dalam acara The Weekly Brief with Sandi Uno (WBSU) yang berlangsung secara virtual, Rabu (10/1/2024).
Sandiaga kemudian menyinggung sertifikasi cleanliness, health, safety, and environmental sustainabilty (CHSE) yang diterapkan sejak pandemi COVID-19. Sertifikasi CHSE terhadap usaha, destinasi, dan produk pariwisata lainnya itu bertujuan untuk memberikan jaminan kepada wisatawan terhadap pelaksanaan kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan kelestarian lingkungan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Sandiaga, aspek-aspek yang diatur dalam sertifikasi CHSE itu perlu terus diperhatikan. Ia menyebut sektor makanan lokal Indonesia menjadi salah satu yang dapat diunggulkan. Oleh karena itu, serbuan lalat di kawasan pariwisata harus dicarikan solusi.
"(Street food dan makanan lokal Indonesia) masih tertinggal dari Thailand dan Vietnam. Salah satu aspeknya adalah higiene, dan ini yang kami sasar dari CHSE," jelasnya.
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali Tjok Bagus Pemayun mengaku sudah mengatensi serbuan lalat di kawasan Kintamani tersebut. Namun, dia tidak menjelaskan secara rinci terkait upaya mengatasi serbuan lalat itu. "Sudah menjadi atensi kami," kata Pemayun singkat.
Serbuan Lalat di Kintamani
Populasi lalat yang menyerbu wilayah Kintamani dan sekitarnya viral di medsos. Serangga yang menyerbu kawasan wisata itu diduga adalah lalat rumah dengan nama ilmiah Musca domestica.
Akademisi Fakultas Pertanian Universitas Udayana (Unud) I Putu Sudiarta mengatakan serbuan lalat terjadi karena adanya habitat. Kotoran ayam yang masih mentah menjadi habitat lalat rumah untuk bertelur.
Menurut Sudiarta, banyaknya kotoran ayam di kawasan tersebut karena memang sangat dibutuhkan oleh para petani. Mereka menggunakan kotoran ayam untuk keperluan budidaya kubis, bawang, dan berbagai jenis tanaman lainnya.
Para petani kemudian mendatangkan pupuk kotoran ayam dalam jumlah besar dan bisa mencapai berton-ton. Pupuk yang masih mentah berisi jutaan telur yang berubah menjadi larva, pupa, dan tumbuh menjadi lalat dewasa yang menyerang kawasan Kintamani.
Merebaknya populasi lalat di Kintamani, selain disebabkan karena banyaknya penggunaan pupuk dari kotoran ayam, juga didukung dengan lingkungan yang tepat, baik dari segi suhu dan sebagainya. Sebab, penggunaan kotoran ayam sebagai pupuk juga dilakukan di daerah perkotaan, namun lalat rumah tak merebak sebanyak di kawasan Kintamani.
"Jadi pas sekali, dengan adanya habitat yang pas, kemudian lingkungan yang pas, sumber hidup yang pas sehingga itulah yang menimbulkan (populasi lalat meningkat). Di Bedugul pun banyak sekarang, di Pancasari, tapi tidak sebanyak di Kintamani," tutur Sudiarta, Senin (8/1/2024).
(iws/dpw)