Akademisi dari Universitas Udayana (Unud) memberikan solusi untuk mengatasi serbuan lalat di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Serangga itu adalah jenis lalat rumah dengan nama ilmiah Musca domestica.
Salah satu dosen Fakultas Pertanian Unud, I Putu Sudiarta, meminta agar ada kewajiban proses komposting terhadap pupuk kotoran ayam yang dipakai tanaman pertanian. Tujuannya agar kotoran ayam tidak berbau sehingga meminimalisasi datangnya lalat.
"Kalau serangga itu instingnya adalah warna dan bau. Nah bau itu kan menarik dia. Nah itu dia memang akan mencari bau itu, sumbernya di mana. Jadi, komposting itu penting agar sedikit lalatnya," kata Sudiarta kepada detikBali, Senin (8/1/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Sudiarta, pupuk kotoran ayam yang masih mentah memang menjadi habitat bagi lalat rumah dan meletakkan telurnya. Telur lalat kemudian berubah menjadi larva dan pupa sebelum menjadi lalat dewasa.
Lalat dewasa kemudian beterbangan di sekitar lokasi untuk keperluan mencari makan. Serangga itu akan kembali bertelur di pupuk ayam yang menjadi habitatnya.
Sudiarta meminta agar tidak ada lagi pengiriman kotoran ayam dalam kondisi mentah ke daerah Kintamani. Harus dilakukan proses komposting terhadap kotoran ayam sebelum dijual dan dikirim ke petani di Kintamani.
"Nah makanya jangan yang mentah dikirim, jadi komposting dulu di tempatnya yang beli biar enggak bau dan sudah jadi tahi yang bagus itu baru bawa ke Kintamani," tegas pria bergelar Doctor of Philosophy (Ph.D) dari Shinshu University, Jepang, itu.
Dosen Program Studi Agroteknologi itu menegaskan bahwa sebenarnya terdapat beberapa cara lain dalam upaya mengatasi serbuan lalat di Kintamani. Upaya yang bisa dilakukan yaitu dengan membunuh lalatnya langsung.
Cara membunuh lalat dapat dilakukan dengan menggunakan lem. Namun membunuh lalat tidak efektif jika habitatnya yakni kotoran ayam di kawasan Kintamani masih banyak terdapat kotoran ayam mentah.
Cara berikutnya bisa dilakukan yaitu dengan membunuh larva yang ada di kotoran-kotoran ayam. Membunuh larva itu bisa dilakukan dengan cara kimia. Cara alami juga bisa diterapkan namun tentu hasilnya lambat.
Mengendalikan larva pada kotoran ayam ini juga terbilang sulit. Sebab, penggunaan kotoran ayam mentah ini tersebar di berbagai lokasi di Kintamani. Ada begitu banyak petani yang menggunakan kotoran ayam mentah sebagai pupuk di ladangnya.
"Kalau (solusi) ekstrem kan jangan bawa tahi ke sana. Tapi kan itu kepentingan petani juga, jadi nanti petaninya yang repot. Karena itu untuk jangka pendek memang harus yang ada di lapangan itu harus dikendalikan," ungkapnya.
Maka dari itu, Sudiarta meminta agar adanya kewajiban komposting sebelum kotoran ayam dikirim ke wilayah Kintamani. Pemerintah dinilai harus membuat regulasi mengenai hal tersebut.
"Bikin kebijakan bahwa mendatangkan pupuk harus di-komposting dulu. Nah mungkin itu harus dilakukan ke depan biar enggak berulang lagi," pinta Sudiarta.
(hsa/gsp)