Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran (PHRI) Bali Tjok Oka Artha Ardana Sukawati bakal menggugat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Musababnya, UU yang mengatur kenaikan pajak barang dan jasa tertentu (PJBT) dari 15 persen menjadi 40 persen dan maksimal 75 persen itu memberatkan pengusaha spa di Bali.
"Kami sudah memerintahkan agar mengadakan FGD (forum group discussion) dan judicial review ke MK untuk tidak memasukkan Bali Wellness Spa di Bali ini ke dalam kelompok (kategori) hiburan," kata pria yang akrab disapa Cok Ace itu di Denpasar, Rabu (10/1/2024).
Cok Ace mengungkapkan PHRI Bali sudah mengumpulkan kajian untuk membuktikan bahwa usaha spa di Bali tidak masuk kategori hiburan. Menurutnya, hasil kajian itu juga sudah diserahkan ke Dinas Pariwisata Provinsi Bali dan akan diteruskan kepada Penjabat (Pj) Gubernur Bali Mahendra Jaya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nanti FGD akan melibatkan perguruan tinggi, dari pakar hukum ketatanegaraan, kemudian dari pihak yang paham (bisnis) spa, dan pelaku usahanya. Kami juga akan FGD dengan Pak Pj (Gubernur Bali) dan Menteri Pariwisata," imbuh Cok Ace.
Dia menuturkan besaran pajak 40 persen tersebut dikhawatirkan akan menjadi pukulan telak bagi para pengusaha spa. Padahal, lanjutnya, Bali sedang berupaya menjadi salah satu pusat spa di dunia.
Bekas wakil gubernur Bali itu juga menganggap spa di Bali seharusnya masuk kategori kesehatan atau wellness dan bukan hiburan. "(Pajak 40 persen itu) belum (wajar). Karena sebenarnya dahulu sudah pernah diwacanakan saat saya menjadi Bupati (Gianyar). Tapi kami sampaikan dengan tegas, belum saatnya," tuturnya.
Sebelumnya, sejumlah elemen pariwisata kabarnya memersalahkan pungutan pajak hiburan dan kesenian sebesar 40 persen pada 2024. Aturan ini merujuk pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD). Aturan pusat itu juga secara rinci mengatur ketentuan nilai pajak.
Adapun, spa dikategorikan sebagai jenis pajak kesenian dan hiburan. Berdasarkan aturan tersebut, pajak hiburan masuk dalam klasifikasi objek pajak jasa dan barang tertentu (PBJT) bersama pajak jasa perhotelan, makanan-minuman, listrik, dan parkir. Aturan itu tercantum pada Pasal 50 tentang PBJT dalam Undang-Undang HKPD.
Terdapat 12 item objek pajak khusus terkait pajak hiburan dan kesenian. Mulai dari pergelaran seni, kontes kecantikan, binaraga, pameran, tontonan film, rekreasi wahana air sampai kebun binatang, panti pijat, tempat karaoke, kelab malam, bar, diskotek, termasuk mandi uap/spa.
(iws/gsp)