Spa Masuk Jenis Pajak Hiburan dan Kesenian, Begini Penjelasannya

Spa Masuk Jenis Pajak Hiburan dan Kesenian, Begini Penjelasannya

Agus Eka - detikBali
Minggu, 07 Jan 2024 12:19 WIB
Ilustrasi spa di Bali. (Freepik)
Foto: Ilustrasi spa di Bali. (Freepik)
Badung -

Sejumlah elemen pariwisata kabarnya memersalahkan pungutan pajak hiburan dan kesenian sebesar 40 persen pada 2024. Salah satunya jasa spa. Kenaikan pajak itu dinilai cukup memberatkan pelaku usaha spa, terutama yang bergerak mandiri di luar jasa perhotelan.

Aturan ini salah satunya diterapkan di Kabupaten Badung. Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Badung Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pajak mandi uap atau spa dipungut sebesar 40 persen.

Anggota Komisi III DPRD Badung I Nyoman Graha Wicaksana mengatakan poin-poin dalam Perda yang disahkan akhir 2023 itu merujuk Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD). Dalam aturan pusat itu juga secara rinci mengatur ketentuan nilai pajak.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Perda pajak dan retribusi di Badung adalah turunan dari Undang-Undang HKPD di pusat. Di situ memang secara rinci pajak hiburan khusus jasa di karaoke kelab malam dan spa itu 40 persen. Kalau kami menurunkan (melanggar) itu, berarti kami menyalahi aturan Undang-Undang," kata Graha Wicaksana, Minggu (7/1/2024).

Untuk diketahui spa dikategorikan sebagai jenis pajak kesenian dan hiburan. Di aturan tersebut, pajak hiburan masuk dalam klasifikasi objek pajak jasa dan barang tertentu (PBJT) bersama pajak jasa perhotelan, makanan-minuman, listrik, dan parkir.

ADVERTISEMENT

Hal ini ada di Pasal 50 tentang PBJT dalam Undang-Undang HKPD. Terdapat 12 item objek pajak khusus terkait pajak hiburan dan kesenian. Mulai dari pergelaran seni, kontes kecantikan, binaraga, pameran, tontonan film, rekreasi wahana air sampai kebun binatang, panti pijat, tempat karaoke, kelab malam, bar, diskotek, termasuk mandi uap/spa.

Pajak PBJT dipungut pemerintah kabupaten. Politikus PDIP asal Kuta ini menerangkan pajak PBJT sebetulnya ditarik paling tinggi sebesar 10 persen. Kecuali tarif jasa spa, diskotek, karaoke, kelab malam, dan bar, yakni 40 persen paling rendah dan paling tinggi 75 persen.

Nyoman Graha menegaskan rancangan Perda pajak ini sudah melalui pembahasan panitia khusus (Pansus) yang dia pimpin bersama Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Badung. Pansus juga sempat berdiskusi ke Ditjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Graha mengaku sudah mendengar keluhan tersebut, bahkan sempat dihubungi para pelaku pariwisata di Badung secara informal. Dia pun enggan berkomentar mengapa spa dimasukkan sebagai klasifikasi jasa hiburan dan kesenian karena sudah lebih dulu diatur di UU HKPD.

"Sebetulnya kami sudah lewat forum diskusi dan menyampaikan juga apa yang jadi rancangan (Perda) itu. Sudah ada aturan yang ditetapkan di atasnya. Komplain secara langsung sih belum kami terima. (Mungkin) disampaikan melalui forum resmi apakah ke Bapenda atau DPRD, itu belum kami dengar," akunya.

Pelaksana tugas (Plt) Kepala Bapenda Badung Ni Putu Sukarini sebelumnya berpendapat besaran pajak hiburan sebesar 40 termasuk yang rendah di Indonesia. Sebab, sejumlah daerah, salah satunya Surabaya, menetapkan salah satu item pajak hiburan hingga 50 persen.

Merujuk Perda Badung tentang Pajak dan Retribusi Daerah, tarif pajak hotel, restoran (makanan-minuman), parkir dan hiburan ditetapkan sebesar 10 persen. Kecuali pajak hiburan khusus tarif jasa mandi uap/spa, diskotek, karaoke, kelab malam, dan bar, Badung menetapkan yang paling rendah 40 persen.

"Aturan ini mulai berlaku per 1 Januari 2024. Praktis seluruh wajib pajak dikenai aturan baru. Pelaporan dan pembayarannya dimulai 1 Februari 2024. Tapi pelaporan dan pembayaran pajak masa Desember 2023 masih pakai tarif lama, dilakukan mulai 1 Januari 2024."




(nor/nor)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads