Indonesia mempunyai banyak produk khas yang hanya dimiliki oleh satu daerah tertentu. Produk tersebut dinilai dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan perekonomian daerah melalui sertifikasi indikasi geografis.
Indikasi geografis (IG) merupakan suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang yang memiliki reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu dikarenakan faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut.
Koordinator Indikasi Geografis Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Irma Mariana menyampaikan suatu produk dapat dilindungi IG-nya apabila memenuhi tiga unsur penting yaitu memiliki reputasi, kualitas dan karakteristik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Selama reputasi, kualitas, dan karakteristik masih ada dan tetap dipertahankan maka produk tersebut akan mendapat perlindungan indikasi geografis," kata Irma, dalam keterangan tertulis, Jumat (15/9/2023).
Namun, menurutnya, tidak semua produk yang berasal dari faktor alam dan manusia ini akan mendapatkan perlindungan IG.
Irma kemudian menyarankan bagi produk yang memiliki kekhasan tertentu namun dinyatakan tidak dapat dijadikan IG terdaftar, maka opsinya adalah dengan mendaftarkan kekayaan intelektualnya melalui merek kolektif.
Adapun manfaat dari perlindungan IG ini di antaranya memperkuat identitas produk unggulan daerah melalui Label IG yang terdaftar dan terlindungi secara hukum; memberikan jaminan atas kualitas, karakteristik dan reputasi produk; perbaikan citra dan daya saing di pasar regional maupun global; serta meningkatkan nilai tambah dan harga jual.
Lantas bagaimana produk IG yang sudah terdaftar dapat meningkatkan nilai jual?
Anggota Tim Ahli Indikasi Geografis Surip Mawardi menyebutkan enam hal yang perlu diperhatikan dalam membuat strategi peningkatan nilai jual produk IG.
Pertama, perlu adanya penguatan organisasi dan fungsi organisasi pemilik Indikasi Geografis atau biasa disebut Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG).
"MPIG itu macam-macam, ada yang sudah kuat, ada yang setengah kuat, bahkan ada yang tidak aktif. Kalau MPIG-nya tidak aktif bagaimana mau menawarkan barang dan bagaimana bisa berproduksi," ucap Surip.
Kedua, penerapan sistem mutu dan keterunutan produk IG. Artinya bagaimana MPIG dapat memberikan jaminan terhadap mutu baik, seperti tentang bagaimana mengolah produk IG dengan baik dan melakukan kontrol kualitas produk tersebut.
"Prinsip dasar dari IG ini adalah pelindungan mutu barang. Tidak ada IG tanpa karakter mutu dari barang itu," kata Surip.
Ketiga, produksi barang siap konsumsi di kawasan produksi. Keempat, diversifikasi dan perbaikan kemasan produk IG.
Surip menyampaikan produk IG juga perlu diversifikasi untuk memvariasikan produk yang akan dijual. Menurutnya, produk IG diversifikasi akan meningkatkan nilai jual.
"Contoh diversifikasi gula kelapa. Kalau gula batok, saya coba cari di marketplace harganya Rp 28 ribu perkilo, tapi setelah diubah menjadi gula semut harganya meningkat menjadi Rp 42 ribu per 200 gram," terangnya.
Strategi selanjutnya dalam meningkatkan nilai jual produk IG adalah promosi produk IG dan memberikan layanan penjualan yang baik. Terakhir, membangun aliansi bisnis strategis dengan produsen produk IG lainnya atau co-branding.
(prf/ega)