Perbekel Desa Lembongan I Ketut Gede Arjaya angkat suara soal retribusi Rp 100 ribu untuk aktivitas snorkeling dan diving di perairan Nusa Penida dan Nusa Lembongan, Klungkung, Bali. Dia menyebut tarif retribusi itu terlalu memberatkan.
Retribusi tempat rekreasi pada objek Kawasan Konservasi Perairan (KKP) yang diterapkan per 1 Juli 2023 itu diminta untuk dikaji ulang. Sebab, pelaku usaha pariwisata perairan didominasi oleh perorangan, yakni menjadi pekerjaan sampingan nelayan tradisional.
"(Retribusi) Rp 100 ribu itu terlalu memberatkan, mungkin kalau bisa dikaji ulang besarannya. Memang, semestinya dikaji dulu angkanya, baru diterapkan," ungkap Arjaya kepada detikBali, Minggu (2/7/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut dia, sosialisasi retribusi objek KKP sebelumnya sudah disosialisasikan. "Diterapkan sejak Sabtu, 1 Juli 2023 kemarin. Sebelumnya sudah ada sosialisasi, tapi tidak semua hadir dan ngeh, jadi pelaku usaha dan nelayan kelabakan," lanjutnya.
Adapun, dasar pungutan berasal dari Perda Provinsi Bali Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perubahan Ketiga atas Perda Nomor 3 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha. Di sana dijelaskan bahwa akan ada tarif wisata masuk ke Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida.
Artinya, perda itu sudah dilakukan sejak lama, namun pungutannya baru diterapkan kemarin. Selama ini, wisatawan yang snorkeling dan diving hanya membayar jasa pada pelaku usaha sebagai guide atau pemandu dan untuk penyewaan alat.
Pantauannya pada penerapan hari kedua, petugas Dinas Kelautan dan Perikanan (KKP) Bali tidak konsisten dalam memungut retribusi. "Misalnya, pagi ada, siangnya kosong. Jadi, ada (wisatawan) yang tidak bayar karena petugas tidak ada di lokasi," terang Arjaya.
Ia sendiri mendukung agar pariwisata Nusa Penida tidak dijual murah ke wisatawan. Namun, kondisi di lapangan saat ini masih banyak terjadi perang tarif karena tidak ada pengawasan dan aturan baku dari pemerintah.
"Contohnya, tarif snorkeling, satu tempat menawarkan mahal, akhirnya tamu pergi cari yang lain yang bisa kasih lebih murah. Tidak ada patokan pasti. Demikian juga penginapan sama kondisinya (perang tarif)," jelasnya.
Komang Sukarya, salah satu pengusaha jasa menyelam di Nusa Lembongan, mengungkapkan keberatannya dengan pungutan retribusi. Ia mengaku banyak wisatawan yang jadi tamunya terpaksa membatalkan perjalanan karena aturan baru tersebut.
"Baru saja tamu mulai ramai, masak sih sepi lagi gara-gara harus bayar (retribusi). Kami di sini tetap jaga alam konservasi juga dengan tanam karang dan memastikan tamu tidak injak karang," tandasnya.
(BIR/nor)