Kejaksaan Negeri (Kejari) Jembrana telah mengeluarkan pendapat hukum atau legal opinion (LO) terkait hak pengelolaan tanah di Kelurahan Gilimanuk. Kejari Jembrana berpendapat tanah HPL di Gilimanuk tidak bisa menjadi hak milik sesuai permohonan Aliansi Masyarakat Peduli Tanah Gilimanuk (AMPTAG).
"Karena tidak memenuhi syarat yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2021 tentang hak pengelolaan tanah, karena permohonan tersebut bukan untuk keperluan rumah umum, keperluan transmigrasi, reformasi agraria, redistribusi tanah, atau dalam rangka program pemerintah strategis nasional lainnya," ujar Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jembrana Salomina Meyke Saliama, Kamis (15/6/2023).
Meyke menjelaskan pendapat hukum tersebut dikeluarkan atas permintaan Pemerintah Kabupaten Jembrana dan pendapat dari pansus DPRD. Menurutnya, legal opinion tersebut memiliki kekuatan hukum tetap.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terdapat beberapa tahapan dalam penerbitan legal opinion ini. Kami melakukan analisis berdasarkan standar operasional prosedur yang dimiliki oleh kejaksaan, termasuk berdiskusi dengan Kajati Bali," jelas Meyke.
Selanjutnya, Kejari Jembrana menyerahkan kepada Pemkab Jembrana untuk menggunakan pendapat hukum tersebut. "Kami hanya memberikan pendapat secara hukum untuk digunakan sepenuhnya oleh Pemerintah Kabupaten Jembrana dalam penerapannya," kata Meyke.
Bupati Jembrana I Nengah Tamba mengapresiasi pendapat hukum Kejari Jembrana sebagai jawaban atas aspirasi AMPTAG. Ia berharap masyarakat di Gilimanuk menerima keputusan tersebut.
Meski begitu, Tamba menyatakan siap menerima respons dari warga Gilimanuk dan menghormati putusan hukum yang telah dikeluarkan. "Masyarakat yang telah mendaftar untuk Hak Guna Bangunan (HGB) atau perjanjian sewa dapat memperpanjangnya, sehingga dapat kembali bekerja dengan nyaman," kata Tamba.
Untuk diketahui, tanah Gilimanuk adalah tanah negara yang dikelola oleh Pemkab Jembrana sejak 1992 dalam bentuk HPL. Kemudian, Pemkab Jembrana yang memiliki HPL menyewakan kepada masyarakat dalam bentuk hak guna bangunan (HGB).
Setelah puluhan tahun menempati tanah, warga menuntut hak milik atas tanah yang ditempati. Persoalan tanah di Gilimanuk ini sudah cukup lama. Bahkan, warga Gilimanuk beberapa kali menggelar aksi agar tanah tersebut bisa menjadi hak milik.
(iws/nor)