Pemilu Rawan Pelanggaran, Bawaslu Minta Media Ikut Mengawasi

Badung

Pemilu Rawan Pelanggaran, Bawaslu Minta Media Ikut Mengawasi

Triwidiyanti - detikBali
Selasa, 30 Mei 2023 21:00 WIB
Ketua Bawaslu Badung I Ketut Alit Astasoma.
Foto: Ketua Bawaslu Badung I Ketut Alit Astasoma. (Triwidiyanti/detikBali)
Badung -

Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Badung I Ketut Alit Astasoma mengatakan semua tahapan pemilu rawan potensi pelanggaran. Untuk itu, Bawaslu meminta media massa ikut membantu melakukan pengawasan.

"Kenapa kami nyatakan di setiap dapil ada pelanggaran di setiap tahapan, menurut saya begitu dari potensi masa lalu," ungkap Alit saat temu media di Kuta, Selasa (30/5/2023).

Alit menjelaskan akibat potensi pelanggaran di Pemilu dapat terjadi Pemungutan Suara Ulang (PSU). Ia mencontohkan kasus PSU di Abiansemal. Akibat PSU, ongkos pemilu pun bertambah. Partai politik (parpol) juga harus mengeluarkan biaya lebih besar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Karena dia harus ada tambahan waktu, harus bayar saksi, dan seterusnya," kata Alit.

Ia juga mencontohkan pelanggaran lain, yakni Pemilu 2014 di Jimbaran, Kuta Selatan. Saat itu terjadi jual beli suara.

ADVERTISEMENT

Sebagai langkah pencegahan, Bawaslu Badung memberikan bimbingan teknis (bimtek) kepada saksi parpol, petugas KPPS, hingga di internal Bawaslu.

Alit Astasoma menjelaskan peran media dalam melakukan pengawasan juga dibutuhkan Bawaslu yang punya sumber daya terbatas.

"Pemilu tidak hanya pileg ada pilpres. Kami berharap dengan ada potensi- potensi yang ada di setiap dapil, di setiap tahapan, media turut berperan di sana, itu harapan kami agar tidak terjadi kecurangan," tandas Alit.

Tanggapi Bendesa Adat Jadi Caleg

Alit juga memberikan pandangannya terkait bendesa adat yang ikut maju sebagai calon anggota legislatif (caleg). Menurutnya, hingga saat ini belum ada aturan yang melarang seorang bendesa berpartisipasi dalam pemilu.

"Kalau dia dilarang mana pasalnya? Kami kan penegak aturan masak semena-mena? Itu menurut sudut pandang normatif, ya," ujar Alit.

Demikian pula dalam awig-awig atau aturan adat tidak ada larangan seorang bendesa adat turut serta dalam kontestasi politik. "Tergantung sekarang etika warga masyarakat ada nggak ketentuan awig -awig di sana kalau bendesa itu kan punya awig ya boleh nggak dia berpolitik," katanya.

Menurutnya, bendesa adat adalah lembaga politik karena sebelum ada pemilu sudah ada pemilihan bendesa adat di Bali.

"Karena dia sebelum ada pemilu itu dia raja desanya, tapi jangkauan lebih luas, tidak hanya horizontal tetapi vertikal urusan ke Tuhan juga. Zaman dulu sebelum ada UU pemilu dia sudah ada, wajar nggak kalau kami larang dia berpolitik," urai Alit.

Lain halnya jika bacaleg tersebut dari kalangan aparatur sipil negara, lurah, dan perbekel. Mereka harus mundur jika ingin mendaftar sebagai caleg. Sebab, ada Undang-Undang (UU) yang melarang pegawai negeri sipil (PNS) untuk ikut serta dalam ranah politik.




(hsa/gsp)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads