Kedai Kopi Tempo Dulu berlokasi di Jalan Noja Nomor 23, Desa Kesiman Petilan, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar. Suasana tradisional ala desa tempo dulu mengakar kuat di kedai kopi itu.
"Tempo Dulu Kopi itu mempunyai tagline, secangkir kopi dari desa," kata salah satu owner I Putu Restu Dharayata (23) saat ditemui wartawan di lokasi, Sabtu (29/4/2023).
Detikers yang mengunjungi Kedai Kopi Tempo Dulu akan disambut dengan suasana bangunan tua yang beratapkan dedaunan yang telah mengering. Hal itulah yang menjadikan Kedai Kopi Tempo Dulu bernuansa sangat klasik.
Suasana bangunan yang klasik makin terasa karena kedai kopi yang dibangun di atas tanah seluas 15 are tersebut banyak tumbuh pepohonan. Karena itu, detikers bisa merasakan seolah-olah sedang berada di desa yang jauh dari hiruk pikuk Denpasar.
Lahirnya Kedai Kopi Tempo Dulu tak terlepas dari ketertarikan Restu terhadap kopi sedari SMK. Sejak itu, ia kerap nongkrong ke berbagai coffee shop dan berkenalan dengan ownernya.
Restu kemudian didorong untuk terlibat dalam event kewirausahaan di kampusnya saat menempuh pendidikan sarjana di Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar. Saat itu ia mengisi sebuah stan dengan menjual es kopi susu.
"Kalau emang buat kedai itu kayak cuma sebuah mimpi saja sebenarnya, mimpi untuk ke depannya," ujar Restu.
Tak disangka, saat mengisi stan mahasiswa yang telah menamatkan diri di Jurusan Fotografi Fakultas Seni Rupa dan Desain ISI Denpasar itu ditawarkan untuk membuka kedai kopi oleh dosennya bernama I Made Bayu Pramana.
"Akhirnya pas di stand itu lah diajak sama Pak Made Bayu. Pak Made Bayu ini kebetulan dosen saya di kampus, dosen saya sendiri, yang ngajar saya di kampus. Diajaklah, diajak di sini," kisahnya.
Namun saat itu Restu tak langsung mengiyakan tawaran dosennya dan meminta waktu untuk mengumpulkan modal. Kurang lebih selama dua tahun lamanya, Restu kemudian menghubungi dosennya lagi untuk bersedia membuka kedai.
Akhirnya pada penghujung 2019 lalu, Restu memutuskan untuk bersedia membuka kedai kopi bersama dosennya. Kedai Kopi Tempo Dulu resmi dibuka pada 15 Januari 2020.
Kedai Kopi Tempo Dulu di lokasi saat ini awalnya berdampingan dengan Warung Celagi. Awal berjualan, Restu menjual kopi dengan beberapa varian makanan sederhana seperti kentang goreng dan roti bakar.
Beberapa bulan kemudian, tepatnya pada April 2020, Restu terpaksa menutup kedai kopinya itu karena pandemi COVID-19. "April, Mei, Juni, tiga bulan kami tutup. Nggak ada aktivitas apa-apa, juga menghargai keputusan dari desa sini kan. Terus di Juli tanggal 9 buka kembali sampai sekarang," tuturnya.
Sebenarnya, kata Restu, dirinya mempunyai beberapa brand yang hendak dipakai dalam usaha kedai kopinya. Hanya saja, dari beberapa brand itu, nama Tempo Dulu Kopi dirasa menjadi pilihan yang tepat.
"Teman-teman saya bilangnya itu bukan bilang ke Tempo (Dulu Kopi), (tapi) ke Desa Celagi yok. Karena kan di sini identik dengan pohon celagi kan, jadi teman-teman di sini ngerasain selain masuk kedai kopi itu, masuk ke sebuah desa, Desa Celagi berkonsep tempo dulu," terangnya.
Menurut Restu, tak ditemukan ada desa dengan nama Celagi. Karena itu, dirinya memfilosofikan kedai kopinya itu sebagai Desa Celagi sesuai nama pohon yang tumbuh di areal tersebut.
Detikers yang ingin merasakan suasana desa di Kedai Kopi Tempo Dulu bisa ke sana setiap hari. Kedai kopi ini buka dari pukul 08.00 Wita hingga 00.00 Wita. Pelanggan bisa melakukan pemesanan paling lambat pukul 23.30 Wita.
Baca juga: 5 Rekomendasi Nasi Campur Terpopuler di Bali |
Harga di Kedai Kopi Tempo Dulu bervariasi mulai rentang Rp 15 ribu hingga Rp 35 ribu. "Kopi itu dari harga 15 ribu sih sampai yang paling mahal itu paling kayak single origin, bean-bean yang luar kan, itu malah ada yang Rp 35 ribu ke atas bisa. Kalau yang normal sampai Rp 25 ribu," ujar Restu.
Adapun menu yang paling laris alias best seller, yakni kopi susu pandan dengan harga Rp 22 ribu. Bahan, kopi yang dipakai semuanya masih berasal dari petani lokal Indonesia seperti dari berbagai wilayah di Sumatera dan Bali. Khusus kopi Bali, bahannya berasal dari Kintamani dan Pupuan.
(efr/nor)