Tri Hita Karana berasal dari tiga kata. Tri artinya Tiga, Hita artinya sejahtera, dan Karana artinya penyebab. Jadi, Tri Hita Karana berarti tiga penyebab kesejahteraan.
Tiga penyebab kesejahteraan tersebut datang dari keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungannya. Masyarakat di Bali selalu memegang teguh konsep Tri Hita Karana dengan selalu mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Sejarah
Dilansir dari Jurnal Genta Hredaya (Padet dan Krishna, 2018:38), 11 November 1966 merupakan hari munculnya istilah Tri Hita Karana. Tepatnya saat Konferensi Daerah I Badan Perjuangan Umat Hindu Bali, yang diselenggarakan di Perguruan Dwijendra Denpasar. Hingga akhirnya, ajaran Tri Hita Karana meluas dan menjadi landasan hidup menuju kebahagiaan baik lahir maupun batin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagian-Bagian
Tri Hita Karana terdiri dari tiga bagian, yaitu Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan.
Parahyangan
Parahyangan berasal dari kata Para yang berarti "tertinggi" dan Hyang (beliau) yang berarti "Tuhan". Jadi, dapat diartikan dalam Tri Hita Karana ini, Parahyangan merupakan hubungan antara manusia dengan Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi). Maka, diharapkan manusia memiliki hubungan yang harmonis dengan Tuhannya.
Dilansir dari kesrasetda.bulelengkab.go.id, manusia yang sejatinya adalah ciptaan Tuhan, dalam tubuh manusia pun terdapat percikan kecil dari Tuhan (Atman). Parahyangan dapat diwujudkan dengan melakukan Dewa Yadnya, berupa persembahan suci yang tulus dan ikhlas kepada Ida Sang Hyang Widhi.
Pawongan
Dilansir dari kemenag.go.id, Pawongan berasal dari kata Wong yang berarti orang. Dalam konsep Tri Hita Karana, Pawongan adalah hubungan antara manusia dengan sesama manusia. Jadi, diharapkan terciptanya hubungan yang harmonis antara satu manusia dengan manusia lainnya.
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri. Maka dari itu, penting untuk menciptakan suasana yang harmonis sesama manusia selama jalannya kehidupan. Pawongan dapat diwujudkan dengan memupuk rasa asah, asih, asuh, yang artinya saling menghargai, mengasihi, dan membimbing.
Palemahan
Palemahan berasal dari kata Lemah yang berarti tanah, juga berarti bhuwana atau alam. Konsep Tri Hita Karana mengajarkan bahwa, Palemahan adalah hubungan antara manusia dengan lingkungan. Lingkungan merupakan tempat hidupnya manusia, lingkungan juga merupakan sumber tumbuhnya segala kebutuhan hidup manusia.
Jadi, diharapkan terciptanya hubungan yang harmonis antara manusia dengan lingkungannya. Lingkungan ini mencakup seluruh aspek yang ada di sekitar hidup manusia, seperti tumbuhan, hewan, bahkan hal-hal yang bersifat sekala dan niskala.
Contoh Penerapan
Tri Hita Karana sebagai pedoman hidup, tentu harus diterapkan secara terus menerus untuk menciptakan suasana harmonis dan mencapai kesejahteraan. Berikut beberapa contoh pengimpelentasian dari Tri Hita Karana, yaitu:
Parahyangan
- Melaksanakan Puja Tri Sandya dan persembahyangan 3 kali sehari
- Mengaturkan sesajen atau banten saat setiap peringatan hari raya baik kecil maupun besar
- Menghadiri dan mendengarkan Dharma Wacana
- Ikut berkontribusi dalam persiapan upakara di Pura atau disebut Ngayah
- Berdoa ketika akan beraktivitas, baik itu makan, mandi, bepergian, dll
Pawongan
- Menghargai hak orang lain dan melaksanakan kewajiban sebagaimana mestinya
- Menumbuhkan rasa toleransi terhadap orang yang memiliki kepercayaan yang berbeda
- Saling tolong menolong dan peka terhadap sesama
- Menghargai pendapat orang lain
- Menjaga hubungan baik dengan tetangga dan orang lain di sekitar kita
Palemahan
- Tidak membuang sampah sembarangan
- Melakukan gotong royong membersihkan lingkungan
- Menanam dan merawat tumbuhan
- Tidak merusak lingkungan, seperti membakar hutan, menebang pohon sembarangan, dan penggundulan lahan secara sembarangan
- Tidak membunuh dan menyakiti hewan liar yang ada di sekitar kita
Artikel ini ditulis oleh peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(nor/nor)