Dinas Perhubungan (Dishub) mencatat total 17 angkutan umum kota (angkot) di Kota Denpasar. Namun, hanya dua di antaranya yang layak jalan.
Kepala Bidang Angkutan Dishub Kota Denpasar I Putu Padma Dharma menyebut jumlah angkot di Denpasar terus menyusut dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Yakni, dari 285 angkot pada 2020 menjadi 37 angkot pada 2021. Kemudian, tersisa 26 angkot pada 2022, dan 17 angkot pada tahun ini.
Padma mengatakan jumlah angkot menyusut karena penerapan batas usia kendaraan sesuai Pasal 19 Perda Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. "Angkot tersisa dua unit. Sekarang semuanya sudah ber-TNKB hitam karena usia kendaraan melebihi 25 tahun," ujarnya, Jumat (19/5/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain usia kendaraan, sambung Padma, penurunan jumlah angkot juga dikarenakan beberapa izin penyelenggaraan habis masa berlakunya.
Namun, karena kebutuhan hidup para sopir angkot, Padma pun membuat alternatif. Yaitu, mengoperasikan angkot berumur hanya untuk kebutuhan carter di lingkungan pasar.
"Karena, beberapa dari mereka (sopir) masih membutuhkan pekerjaan. Kasihan juga mereka karena ada Perda Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2016 soal pembatasan usia kendaraan dalam trayek pemberlakuannya 25 tahun," imbuh Padma.
Sopir-sopir angkot itu pun, ia mengeklaim paham akan peraturan dan kebijakan tersebut. Beruntung, banyak dari mereka yang naik kelas menjadi sopir bus Trans Metro Dewata.
Lain soal dengan sopir angkot yang masih mempertahankan profesinya dan sudah berumur yang disebut hanya sekadar hiburan di masa tua.
"Tertib sekali orang-orang ini. Kalau tidak dalam trayek, mereka tidak mau (beroperasi). Hanya diam dan menunggu langganan mereka saja," ucapnya.
Pos Pengumpan
Padma mengaku tengah mengkaji pos pengumpan untuk melihat peluang menggunakan angkot berkeliling kota atau tujuan lainnya. Tujuannya, melestarikan kehadiran angkot.
Nyoman Pice (60), salah satu sopir angkot di Denpasar, mengeklaim sudah mengendarai angkot sejak 1995. Ia berharap Perda Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2016 tidak mematikan angkot.
Baginya, menjadi sopir angkot untuk sekadar memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari saja cukup. Apalagi, penumpang angkot saat ini jumlahnya pun tak sebanyak tahun-tahun sebelumnya.
"Sudah sepi (penumpang angkot) sejak 2002. Terus, ada COVID-19, semakin sepi. Dulu bisa 4-6 penumpang, sekarang saya menunggu satu jam saja bisa tidak ada penumpang sama sekali," keluhnya ditemui di Pasar Badung.
Sopir asal Karangasem ini mengaku menjamurnya transportasi daring juga meredupkan niat penumpang untuk menggunakan angkot. "Persaingannya banyak dari ojek online, dan bus umum yang terus bertambah," tandasnya.
(BIR/iws)