Warga yang memiliki anak hasil pernikahan campur dan berusia di atas 18 tahun diimbau untuk memilih kewarganegaraan. Kebebasan untuk memilih kewarganegaraan ini berlaku sebelum 31 Mei 2024.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kanwil Kemenkumham) Bali Anggiat Napitupulu mengingatkan masyarakat dengan memasang baliho berisi informasi mengenai kewarganegaraan anak hasil pernikahan campur.
Informasi dalam baliho menggunakan bahasa Indonesia. "Kami menggunakan bahasa Indonesia karena kami sasar WNI," katanya kepada detikBali saat dikonfirmasi, Jumat (19/5/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kanwil Kemenkumham Bali, lanjut Anggiat, menyebar kurang dari 20 baliho di Gianyar, Bangli, dan Denpasar. Baliho berlatar merah tersebut dipasang belum lama ini.
Isi lengkap baliho itu, yakni: Ayo segera ajukan permohonan kewarganegaraan Indonesia bagi anak hasil perkawinan campur yang sudah di atas 18 tahun melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2022. Berlaku sampai 31 Mei 2024.
"Baliho itu nggak sampai 20 juga, karena kami (Kemenkumham Bali) nggak mau merusak pemandangan Bali," terang Anggiat.
Menurut dia, produk pelayanan publik terkait kewarganegaraan belum lumrah untuk warga lokal atau warga negara Indonesia. Padahal, banyak juga anak hasil pernikahan campur di Indonesia, tak terkecuali di Bali.
"Banyak anak hasil pernikahan campur, anaknya tidak didaftarkan. Kalau sudah pada lewat (waktunya), nanti tiba-tiba marah-marah. "Anakku kenapa bukan WNI? Padahah, sudah ada batas waktunya," imbuh dia.
Anggiat menyebut banyak warga yang tidak mendaftarkan anak hasil pernikahan campur mereka beberapa tahun terakhir sejak 2020. "Sekarang mereka berkeluh kesah," tutur dia.
Sebelumnya, Kemenkumham Bali telah melakukan sosialisasi melalui media elektronik dan media sosial mengingatkan warga hasil pernikahan campur untuk mendaftar atau memilih kewarganegaraan. Namun, sosialisasi ini dinilai kurang efektif.
"Pertama, jadi begini alasannya memasang baliho. Karena kami melakukan sosialisasi lewat media, media elektronik maupun media sosial. Masih juga terasa kurang," jelasnya.
Ia menganggap tak banyak masyarakat yang memberikan atensi penuh terhadap sosialisasi produk pelayanan publik di media-media kantor. "Sehingga kami belajar dari pengalaman sebelumnya. Contohnya, kewarganegaraan," kata Anggiat.
Faktanya, sambung dia, anak-anak hasil pernikahan campur sudah berusia 21 tahun baru menyadari. Angka ini dianggap sudah lewat batas daftar. "Tidak terdaftar, tidak mendaftar. Kalau menurut hukum, itu pasti WNA," imbuhnya.
Menjawab keluh kesah tersebut, Anggiat menambahkan pemerintah memberi pertimbangan lagi lewat PP 21/2022. "PP terbaru istilahnya mengakomodir itu (pendaftaran untuk memilih kewarganegaraan," ungkapnya.
"Bagi mereka, meskipun sudah lewat 21 tahun tetapi anak hasil pernikahan campur, antara WNI dengan WNA, silakan mendaftar kewarganegaraan Indonesia. Dikasih waktu sampai 31 Mei 2024," tandasnya.
(BIR/iws)