Sejumlah teruna-teruni (pemuda) di Desa Adat Banyuning, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Bulelen, Bali, berkumpul di area Pura Gede Pemayun, Senin (24/4/2023) siang.
Mereka berkumpul untuk mengikuti tradisi mecolek-colekan adeng (arang) di jabaan Pura Gede Pemayun. Teruna-teruni yang datang ke pura ini telah siap jika wajahnya diolesi adeng.
Mereka yang diolesi adeng tidak boleh marah, sebab itu merupakan tradisi leluhur yang sudah dilestarikan sejak dulu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lurah Banyuning Nyoman Mulyawan mengatakan tradisi ini diadakan setahun sekali dan merupakan rangkaian dari piodalan agung di Pura Gede Pemayun yang jatuh pada Buda Kliwon Ugu.
Tradisi ini dilaksanakan setelah wayonan, yakni pada saat penglebar piodalan agung tepatnya pada hari kelima.
Adapun makna dari tradisi ini, yakni sebagai wujud suka cita krama karena telah berhasil melaksanakan piodalan dengan lancar. "Ini merupakan (wujud) suka cita warga kami, di sini, kami bergembira ria. Setelah sekian lama mempersiapkan piodalan," kata Mulyawan.
Adeng yang digunakan, kata Mulyawan, diambil dari pantat wajan yang digunakan saat mebat (memasak) di pura.
Adeng tersebut kemudian dikeruk dari wajan lalu ditambahkan dengan minyak kelapa. Adeng tersebut akan diolesi ke wajah krama yang datang ke pura.
Mulyawan menyebut, tidak ada batasan usai bagi mereka yang ingin mengikuti tradisi ini. "Saya masih kecil ini sudah ada. Ini sudah menjadi tradisi turun-temurun," imbuhnya.
Selain diolesi adeng, mereka juga wajib bermain lumpur di halaman pura. Di mana lumpur dan adeng itu tidak boleh langsung dibersihkan di sana.
Proses pembersihan harus dilakukan di Pura Candi Kuning, yang ada di Desa Penglatan, berjarak sekitar tiga kilometer. Pembersihan diri dilakukan melalui prosesi melukat.
"Setelah ini membersih ke Candi Kuning di Penglatan. Mereka parade jalan kaki sampai ke Candi Kuning, diiringi gamelan gong. Jaraknya sekitar tiga kilo," pungkasnya.
(efr/hsa)