Kabar duka datang dari Kabupaten Buleleng, Bali. I Gede Marayana, pakar wariga yang mengembangkan diagram pengalantaka meninggal dunia pada usia 75 tahun. Pria yang dikenal sebagai salah satu penyusun kalender Bali itu mengembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit Balimed Singaraja, Senin (17/4/2023) sore.
Suasana duka terasa di kediaman Marayana di Banjar Dinas Galiran, Desa Baktiseraga, Kecamatan Buleleng, Buleleng, Bali, Rabu (19/4/2023) petang. Para pelayat datang silih berganti untuk menyampaikan belasungkawa. Sejumlah karangan bunga dari berbagai instansi berjejer di rumah duka.
Anak pertamanya, Sri Martini menuturkan kondisi kesehatan sang ayah mulai memburuk sejak Senin (10/4/2023) lalu. Marayana mengeluh tidak enak badan dan nafsu makannya menurun. Keesokan harinya, keluarga membawa Marayana ke Rumah Sakit Kertha Husada.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dokter sempat mendiagnosa Marayana terkena demam berdarah (DB) dan diperbolehkan pulang pada Minggu (16/4/2023). Namun, lantaran kondisi Marayana kembali melemah, ia pun kembali dilarikan ke Rumah Sakit Balimed Singaraja. Di sana, dokter mendiagnosis Marayana mengidap pneumonia atau radang paru-paru.
"Bapak meninggalnya di Rumah Sakit Bali Med, di sana dibilang pneumonia karena sempat sesak napas. Bapak sebelumnya tidak ada riwayat sakit. Cuma minggu lalu, mengeluh tidak enak badan dan kurang nafsu makan," tutur Sri Martini saat ditemui di rumah duka, Rabu (19/4/2023).
Semasa hidupnya, pria kelahiran 1948 itu dikenal sebagai sosok yang bersahaja. Marayana tergolong orang yang suka belajar dan membaca buku. Dia juga menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi negeri di Buleleng dan mengajar tentang ilmu wariga.
Maryana juga aktif berorganisasi. Ia menjadi pengurus Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Buleleng maupun prajuru di desa adat.
"Bahkan cita-citanya mau nyari S3 di Pendidikan Agama Hindu. Senang sekali belajar bapak, melebihi anak muda," kata Ketut Mangku, saudara kandung almarhum.
Anak pertama dari tiga bersaudara itu juga pernah menjadi kelian Desa Adat Galiran pada 1970 saat usianya masih muda, yakni 22 tahun. Selama 20 tahun mengabdikan dirinya di desa adat itulah ia belajar mengenai ilmu wariga.
Awalnya ia hanya belajar mengenai penghitungan dewasa ayu (hari baik) yang menjadi patokan berbagai kegiatan agama dan adat di Bali. Ia mempelajari ilmu wariga secara otodidak dan menyerap ilmu melalui interaksi dengan pinandita dan pandita (pemuka agama di Bali).
"Belajar otodidak, dan sering bergaul dengan sulinggih. Beliau kan teknisi juga, jadi dia menggunakan sistem matematis untuk menghitungnya. Misalnya galungan pasti jatuh setiap 210 hari," jelasnya.
Setelah fasih dengan perhitungan wariga, Marayana pun berhasil menciptakan diagram pengalantaka. Diagram pengalantaka yang dicetuskan Marayana mengacu pada tiga unsur perhitungan, yakni perhitungan surya (matahari), candra (bulan), dan rasi bintang. Ia akhirnya menerbitkan kalender pertama pada 1993.
"Sekarang belum ada yang melanjutkan. Karena di kalender itu juga ada hari-hari khusus, ada libur nasionalnya," pungkasnya.
Jenazah Marayana kini disemayamkan di rumah duka. Keluarga mempersiapkan upacara penghormatan terakhir atau ngaben untuk Marayana pada Selasa, (25/4/2023) mendatang.
(iws/irb)