Saat Semua Semakin Cepat, Bali Berani Menyepi

Surat dari Redaksi detikBali

Saat Semua Semakin Cepat, Bali Berani Menyepi

Widyartha Suryawan - detikBali
Rabu, 22 Mar 2023 09:10 WIB
Rahajeng Nyanggra Rahina Nyepi
Rahajeng Nyanggra Rahina Nyepi. Foto: Getty Images/iStockphoto/HonzaHruby
Denpasar - Peneliti asal Belanda Henk Schulte Nordholt mengibaratkan Bali sebagai benteng terbuka. Sebagai daerah tujuan wisata dunia, Pulau Dewata menerima berbagai pengaruh dari dunia luar. Budaya hingga ideologi yang kerap dibawa bersama datangnya wisatawan.

Bali yang seiring dengan berkembangnya industri pariwisata juga meninggalkan sejumlah masalah baru. Sektor pertanian yang pernah berjaya di masa lalu, perlahan ditinggalkan. Sawah dan ladang ditanami beton. Sempadan pantainya disulap jadi kelab pantai, gemerlap dengan dentuman musik yang menusuk telinga.

Pemuda di Bali memilih bekerja di sektor pariwisata dibandingkan menjadi petani. Menjadi pemandu wisata hingga pelayan hotel dan restoran. Tujuannya seragam, kecipratan cuan yang dibawa wisatawan asing.

Pemerintah Provinsi Bali membidik 9 juta wisatawan domestik atau turis lokal bertandang ke Pulau Dewata pada 2023. Angka itu di luar target 4,5 juta wisatawan asing. Adapun, pada tahun lalu, 2,3 juta turis asing dan 7 juta pelancong domestik membanjiri Pulau Seribu Pura itu.

Kedatangan banyak turis asing tak selalu membuat orang Bali tersenyum. Mereka yang semula menjadi sumber penghasilan, kini kerap menjadi sumber masalah.

Sejak beberapa pekan terakhir warga Bali kerap dibuat gerah dengan ulah wisatawan asing. Mereka tak menggunakan helm saat mengendarai motor, bertindak asusila di tempat yang disakralkan seperti gunung, berdebat dengan polisi meski melanggar aturan lalu lintas, hingga mempersoalkan kokok ayam.

Turis asing juga menyalahgunakan visa kunjungan atau liburan. Mereka kemudian menjadi pelatih pengendara motor, fotografer, guru tenis, hingga menjadi perempuan penghibur.

Hari Suci Nyepi yang jatuh pada Rabu (22/3/2023) menjadi momentum bagi warga Bali, termasuk wisatawan, untuk istirahat sejenak. Selama sehari penuh, penghuni Pulau Dewata berdiam diri. Berhenti sesaat dari beragam kegiatan.

Jalanan lengang, tak ada lagi kendaraan dengan suara klakson meraung-raung. Tempat hiburan tutup. Saluran televisi hingga internet dimatikan. Sipeng. Sunyi.

Penghuni Pulau Bali diikat oleh empat pantangan, yakni Catur Barata Penyepian. Keempat pantangan tersebut, antara lain amati geni (tidak menyalakan api atau penerangan lainnya), amati karya (tidak bekerja atau berkegiatan fisik), amati lelanguan (tidak berekreasi atau mencari hiburan yang bertujuan untuk bersenang-senang), dan amati lelungan (tidak berpergian atau melakukan perjalanan ke luar rumah).

Nyepi sebagai tradisi perayaan tahun baru saka menjadi momentum untuk kembali ke titik nol. Saat itu, manusia menghentikan sejenak egonya, melakukan introspeksi diri, dan membiarkan alam bernapas.

Suasana sunyi itu tergambar dalam lirik lagu band asal Bali Navicula berjudul Saat Semua Semakin Cepat Bali Berani Berhenti.

Saat semua makin cepat
Bali berani berhenti dan menyepi

Pembaca yang budiman, segenap keluarga besar detikBali mengucapkan selamat tahun baru saka 1945 untuk umat Hindu di mana pun berada. Rahajeng rahina Nyepi.

Redaksi


(iws/gsp)

Hide Ads