Bali, Yuk Bisa Yuk Setop Bisnis Baju Impor Bekas!

Bali, Yuk Bisa Yuk Setop Bisnis Baju Impor Bekas!

I Wayan Sui Suadnyana - detikBali
Selasa, 21 Mar 2023 10:15 WIB
Larangan impor baju bekas membuat Pasar Obral Bekas (OB) atau Pasar Kodok di Tabanan tutup. Mereka berhenti berdagang sudah tiga hari.
Pemprov Bali mengajak masyarakat menyetop bisnis baju impor bekas, karena menggerus pasar fesyen lokal. (Chairul Amri Simabur/detikBali).
Denpasar -

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali mengajak masyarakat setempat menyetop bisnis baju bekas, menyusul larangan pemerintah pusat soal impor pakaian bekas. Sebagai ganti, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Bali I Wayan Jarta minta masyarakat beralih ke bisnis fesyen lokal.

"Kami berharap ke depan, mari kita beralih, mari kita bersama-sama mengangkat produk lokal kita. Sehingga, tercipta hubungan harmonis, baik masyarakat pelaku, pedagang, dan masyarakat selaku pembeli," ungkapnya, dalam konferensi pers di Polda Bali, Senin (20/3/2023).

Gubernur Bali Wayan Koster, lanjut Jarta, juga telah merilis Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 99 Tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan, dan Industri Lokal Bali. Karenanya, Jarta mengajak warga Bali menggaungkan produk lokal, termasuk fesyen.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apalagi, bisnis baju impor bekas mempengaruhi upaya pengembangan industri sandang lokal di Bali. Sebab, baju impor bekas dijual dengan harga yang tidak pantas alias sangat murah.

"Oleh karena itu, barang-barang bekas ini sangat tidak kami harapkan karena menjadi kompetitor luar biasa bagi perajin yang menghasilkan busana atau pakaian yang sesungguhnya yang ingin kita tingkatkan kualitasnya," kata Jarta.

Pun demikian, ia mengaku belum bisa memprediksi kerugian yang diakibatkan kehadiran bisnis baju impor bekas. Yang pasti, dia menyebut bisnis tersebut menghambat beredarnya produk lokal sebanyak 30 persen-40 persen.

Di sisi lain, sambung dia, pakaian bekas yang datang tidak memiliki jaminan dari segi kesehatan. Hal itu akan sangat merugikan konsumen di Bali. "Karena bisa berdampak pada beberapa penyakit yang menimpa masyarakat," jelasnya.

Pasar Kodok

Pasar Kodok di Banjar Tegal Belodan, Desa Dauh Peken, Kecamatan/Kabupaten Tabanan, Bali, tutup sejak Kamis (16/3/2023). Padahal, Pasar Kodok ini menjadi pasar baju bekas impor terbesar di Bali.

Menanggapi hal itu, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Tabanan seolah-olah tak mau tahu. "Itu bukan ranah kami di Disperindag," ujar Kepala Disperindag Tabanan Ni Made Murjani, Minggu (19/3/2023).

Made juga mengaku tak tahu menahu kondisi terakhir Pasar Kodok. Menurut dia, Disperindag hanya mengelola 15 pasar rakyat di seluruh Tabanan.

Made juga belum bisa memastikan penutupan Pasar Kodok terkait atau tidak dengan kebijakan pemerintah pusat yang melarang penjualan baju bekas impor.

Sita Rp 1,17 Miliar dari Pengepul

Kemarin, Senin (20/3/2023), Polda Bali menangkap dua orang pengepul baju bekas, yakni J dan B. Dari mereka, Polda Bali menyita ratusan karung (bal) baju bekas impor senilai Rp 1,17 miliar.

"Kami mengamankan sebanyak 117 bal pakaian bekas dari dua tersangka, J dan B," tutur Kapolda Bali Irjen Putu Jayan Danu Putra saat konferensi pers di kantornya.

J dan B, sambung dia, ditangkap setelah mendapat informasi terkait maraknya perdagangan pakaian bekas impor secara ilegal. Berbekal informasi itu, Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Bali melakukan penelusuran.

Dari penelusuran itu, petugas menemukan penyimpanan atau gudang pengepul di Kampung Kodok. Dari sana pula, Ditreskrimsus Polda Bali mengamankan barang bukti 117 karung pakaian bekas.

Menurut Putu Jayan, barang itu datang dari Malaysia. Lalu, masuk ke Indonesia melalui Pelabuhan Tanjung Balai, Sumatera Utara, dan Pelabuhan Roro Kuala Tungkal, Jambi.

Setelah di Jambi, pakaian bekas itu bergeser ke Pasar Gede Bage di Bandung, Jawa Barat. "Nah dari situ bergeser untuk diedarkan di Tabanan, Bali. Dari sana diedarkan ke eceran," terang Putu Jayan.

Berdasarkan koordinasi dengan Disperindag Bali, pengepul bisa dikenakan Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

"Karena ini adalah bukan dari pintu masuknya, dalam arti impornya, tapi sudah sampai ke tangan pengepul, kami kenakan UU Perlindungan Konsumen, dengan ancaman pidana lima tahun penjara dan denda Rp 2 miliar ," katanya.

Pro-Kontra Baju Bekas

Politikus PDIP Adian Napitupulu mengaku membeli jas bekas di Pasar Gede Bage saat ia dilantik menjadi Anggota DPR. Pasar Gede Bage ini menjadi sentra penjualan baju bekas impor di Bandung.

Sebagai pecinta baju bekas impor, Adia mengaku bingung di mana letak salahnya bisnis thrifting tersebut. "Kalau misalnya ada masalah pajak, ya tagih pajaknya," jelasnya seraya minta kinerja Menteri Perdagangan dan Menkop UKM dievaluasi ketimbang melarang bisnis thrifting.

"Yang dibutuhkan memaksimalkan peran, misalnya memaksimalkan Mendag, memaksimalkan Menkop UMKM. Peran mereka saja yang dievaluasi. Misalnya pakaian celana, bikin dong yang up to date. UMKM bina dong, didik dong. Sudah semaksimal apa sih mereka membina itu," tuturnya.

Penggemar thrifting lainnya, Novian (24), menganggap berburu baju bekas impor sebagai hal seru karena sedang mencari harta karun. Kualitas pakaian bekas itu pun baik, dengan harga murah.

"Pemerintah bilang kan harus dukung produsen dalam negeri, tapi model sama kualitas apa bisa sama? Kadang kan baju buatan industri dalam negeri meskipun baru, harganya cukup mahal, nggak sama kualitasnya kayak baju branded di thrift," kata Novian.




(BIR/gsp)

Hide Ads