Ketua BEM PM Unud I Putu Bagus Padma Negara mengungkapkan rektorat menyatakan ada sekitar 50 persen mahasiswa baru lolos SPI nol rupiah. Namun, pernyataan tersebut tidak pernah ada realisasinya.
"Tanpa sistem yang benar, otomatis (mekanisme itu) hanya omong kosong yang dinarasikan. Meskipun ada fakta, tapi kalau tidak transparan sama saja omong kosong," ucapnya seusai pertemuan di Gedung Rektorat Unud, Jimbaran, Badung, Jumat (17/3/2023).
Padma menjelaskan dalam pertemuan tersebut, BEM Unud menuntut perubahan mekanisme SPI. "SPI ini masalah secara nasional. Tadi pak rektor menyatakan dengan tegas sepakat harusnya SPI dihapuskan," jelasnya.
Ia juga menyinggung permintaan BEM Unud yang sudah sejak lama ingin dilibatkan dalam pembahasan SPI. Namun baru saat ini rektorat menyetujuinya.
"Memang dari 2018 SPI ini berdiri tegak di Udayana, tapi belum ada jalan keluar. Senior saya di BEM pun terus meminta kami dilibatkan. Hari ini diterima, BEM harus dilibatkan," bebernya.
BEM Unud pun mengomentari sikap universitas yang seolah-olah menganggap remeh dugaan korupsi Antara karena berencana mengembalikan dana SPI Rp 1,8 miliar. Menurut Padma, uang tersebut seperti tidak bernilai dan Unud menganggap nominalnya kecil.
"Rp 1,8 miliar itu bisa digunakan untuk perekonomian keluarga dan bisa membeli apa saja. Malah di-branding (pencitraan) jadi suatu hal yang tidak pengaruh atau hal biasa saja. Kami mengecam Rp 1,8 miliar dikatakan bukan kesalahan fatal. Menurut kami itu hal yang sangat fatal karena itu uang miliaran," ungkapnya.
Pada akhirnya, pertemuan kemarin sore itu menemui jalan buntu dan direncanakan kembali diadakan pertemuan pada Jumat (24/3/2023). "Forumnya cukup panas. Akhirnya deadlock (buntu). Dari rektorat akan menerima kami kembali pada 24 Maret," kata Padma.
DPRD Bali Berharap SPI Dihapus
Ketua Komisi IV DPRD Bali I Gusti Putu Budiarta mengharapkan program SPI dihapus buntut kasus korupsi melibatkan pejabat Unud. "Kalau pun ada, jangan bebannya besar. Jangan sampai ada yang miliaran, ratusan juta. Kasihan orang tua mahasiswa yang tidak punya kemampuan seperti itu," kata Budiarta, Jumat (17/3/2023).
Ia mengaku sudah lama tidak setuju dengan program tersebut. Menurutnya, kebijakan SPI tidak pro kepada masyarakat kurang mampu, khususnya yang mau masuk jurusan kedokteran dan teknik.
"Sejak awal memang sudah sangat tidak setuju dengan jalur mandiri yang kayak begini (SPI). SPI ini harus ada sumbangan. Mereka tidak punya kemampuan membayar, tidak jadi sekolah di sana," terang politikus PDI Perjuangan tersebut.
Selain itu, ia menilai program SPI rawan penggelapan. "Ada pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan situasi ini untuk menebalkan kantong mereka. Ini salah satu dampak penerimaan jalur mandiri," jelasnya.
(irb/gsp)