Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati menyebut kasus perkawinan anak di Indonesia tergolong miris. Hal itu tercermin dari belasan ribu dispensasi kawin di Indonesia pada 2020.
Kementerian PPPA saat ini sedang mengevaluasi regulasi dispensasi kawin agar tidak dengan mudah diberikan. Menurutnya, beberapa kasus dispensasi kawin diberikan karena salah satu pasangan telah berbadan dua alias hamil.
Baca juga: Satu-Dua Anak NTB Menikah Dini Setiap Hari |
"Tapi, realitanya ketika dispensasi kawin diberikan ternyata anak itu tidak hamil. Makanya, sekarang ini ketika memberikan dispensasi kawin harus ada rekomendasi BKKBN sebagai leading sector pengampu," kata Bintang di Denpasar, Sabtu (25/2/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bintang meminta tokoh agama hingga perangkat daerah untuk terlibat dalam mencegah perkawinan anak. Menurut Bintang, perkawinan anak memiliki dampak yang kompleks.
"Perkawinan anak berdampak pada angka kematian ibu, kematian bayi, dan kemiskinan yang berlanjut akan terus terjadi. Kami harapkan partisipasi di daerah dimana tempat kejadian (perkawinan anak)," imbuhnya.
Menurutnya, partisipasi para tokoh masyarakat dapat dilakukan dengan sosialisasi terkait bahayanya perkawinan dalam berbagai kegiatan. Ia juga meminta pemerintah desa yang dekat dengan masyarakat untuk hadir mencegah perkawinan anak.
"Kalau di tingkat akar rumput, sanksi sosial adalah sanksi yang paling tepat untuk meminimalisir isu-isu tentang perkawinan anak dan isu lainnya," jelasnya.
Bintang juga menyoroti perkawinan anak di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, yang sempat viral di media sosial. Ia menyayangkan perkawinan anak itu dirangkai dengan pesta yang digelar secara besar-besaran.
"Itu dianggap hal yang biasa karena di sana budayanya (seperti itu). Di sinilah perlunya pendekatan dalam pencegahan perkawinan anak," terangnya.
Baca juga: Beragam Cara Menangkal Perkawinan Anak |
Bintang menerangkan Presiden Joko Widodo telah menargetkan kasus perkawinan anak di Indonesia turun 8,4 persen pada 2024. Ia berharap target penurunan kasus perkawinan anak itu bisa tercapai.
"Kami harapkan perkawinan anak dengan isunya yang sangat marak ini bisa menjadi program prioritas nasional, seperti stunting yang bergerak bersama. Sehingga (penurunan kasus) ini akan cepat dan nyata hasilnya," pungkasnya.
(iws/iws)