Pendakian Bakal Dibatasi, Pemandu Pikir-pikir Beralih Jadi Peternak Sapi

Pendakian Bakal Dibatasi, Pemandu Pikir-pikir Beralih Jadi Peternak Sapi

I Wayan Selamat Juniasa - detikBali
Selasa, 31 Jan 2023 19:11 WIB
Gunung Agung, Karangasem, Bali, Kamis (5/7/2018)
Para pemandu wisata Gunung Agung mempertimbangkan alih profesi jadi peternak sapi jika kehilangan kerja akibat perda gunung sebagai kawasan suci diterbitkan. (Ardian Fanani/detikcom).
Karangasem -

Para pemandu wisata Gunung Agung mempertimbangkan alih profesi menjadi peternak sapi bila perda gunung sebagai kawasan suci diterbitkan. Sehingga, aktivitas pendakian jadi dibatasi untuk tujuan wisata.

Hal itu terkait pernyataan Gubernur Bali Wayan Koster yang akan menerbitkan perda gunung sebagai kawasan suci, sekaligus membatasi pendakian seluruh gunung di Bali hanya untuk ritual keagamaan atau sembahyang.

Namun, sebagai kompensasi atas kehilangan pekerjaan, para pemandu meminta Pemprov Bali yang memberikan sapi itu. "Kalau pendakian ke Gunung Agung dilarang untuk wisata, kami para pemandu akan jadi peternak sapi. Hanya itu yang bisa dikerjakan," tutur Koordinator Pendaki Gunung Agung Jalur Pasar Agung I Wayan Widi Yasa, Selasa (31/1/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Walaupun, lanjut dia, penghasilan dari beternak sapi dengan pemandu wisata gunung terpaut jauh. Ia merinci saat memandu wisatawan naik Gunung Agung, dalam satu bulan ia mampu mengantongi minimal Rp 2 juta-Rp 3 juta saat landai dan Rp 4 juta-Rp 5 juta per bulan saat sedang ramai.

"Kalau jadi peternak kan tidak bisa setiap hari dapat uang. Mungkin, setahun sekali baru dapat dari hasil penjualan anak sapi. Tapi, kalau memelihara sapi yang banyak mungkin bisa lebih cepat melakukan penjualan, tapi tidak sebanding jika dibandingkan jadi pemandu," kata Yasa.

ADVERTISEMENT

Ia menjelaskan 131 orang menggantungkan hidup dari pekerjaannya sebagai pemandu wisata Gunung Agung. Karenanya, perda gunung sebagai kawasan suci bakal membuat mereka kehilangan pekerjaan yang mestinya diikuti dengan kompensasi pemerintah.

Kalau pun selama ini memandu masyarakat yang akan sembahyang, Yasa mengaku tak berani meminta bayaran seperti halnya dengan wisatawan yang sudah dipatok harga. "Karena sifatnya kan kami ngayah untuk mereka melakukan persembahyangan, jadi ada yang bayar sukarela" imbuhnya.

Dibandingkan dengan jumlah wisatawan, menurut Yasa, masyarakat yang melakukan ritual keagamaan ke Gunung Agung jumlahnya sangat sedikit. Untuk wisatawan setiap harinya ada yang mendaki, namun sembahyang dilakukan paling banyak 100 orang selama satu bulan.

Tahun lalu, jumlah wisatawan yang mendaki Gunung Agung sebanyak 6.000 orang. Sedangkan, jumlah masyarakat yang melakukan ritual keagamaan sekitar 500 orang.




(BIR/irb)

Hide Ads