Hujan rintik-rintik mengguyur Kota Denpasar, Bali, Jumat (27/1/2023) malam. Sejumlah anak muda tampak bercengkrama menikmati lagaran atau hidangan yang dipesan di Warung Pan Tantri. Papan bertulis 'Saudara-Sebotol' terpampang di salah satu sudut warung.
Sebagian kepras-keprus menghisap rokok, lainnya mendapat giliran mengangkat sloki berisi arak Bali. Topik pembicaraan tampak semakin cair ketika wajah-wajah mereka mulai memerah setelah meneguk beberapa sloki. Meski riuh, tak ada keributan.
Kadek Dharma Apriana aka Kadek Unggit atau Unggit Desti adalah sosok di balik Warung Pan Tantri. Warung yang menjual arak Bali dan aneka menu tradisional Bali itu dia bangun sejak 2013. Unggit menggunakan uang bonus sebagai juara pencak silat untuk merintis usahanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya ingin memperkenalkan arak yang sudah melegenda," kata Unggit, Jumat (27/1/2023).
Meski seorang atlet, Unggit adalah seorang peminum. Ia menyebut dirinya sebagai peminum jalanan. Unggit pun mafhum dengan minuman alkohol golongan C itu. "Arak yang bagus, setelah diminum keesokan harinya kepala kita tidak pusing. Itu ciri arak yang bagus," tuturnya.
Bahan baku arak Pan Tantri didatangkan dari daerah mertua Unggit di Karangasem. Selain menjual arak tok atau arak murni yang berkadar alkohol 35 persen dan 20 persen, Unggit juga menjual arak cocktail dengan kadar alkohol yang lebih rendah, yakni hanya 15 persen.
"Arak murni makin lama disimpan, makin nikmat rasanya," imbuh Unggit.
Minuman andalan dari Pan Tantri adalah arak pandan harum. Seperti namanya, minuman itu diracik dengan teknik infuse atau merendam daun pandan harum dan daun kayu sugih pada arak.
"Proses perendaman biasanya dua hari karena menggunakan daun. Kalau lebih dari itu akan busuk daunnya," tuturnya.
![]() |
Tak semua pembeli arak di warungnya minum di tempat. Banyak pula yang memilih untuk membawa pulang dan meminum araknya di rumah.
Bahkan, tak sedikit yang membeli arak dalam jumlah banyak menggunakan jeriken. Pembeli yang demikian, kata Unggit, biasanya menjual kembali arak berlabel Pan Tantri itu untuk mendapat keuntungan lebih.
Sebotol Arak Pan Tantri murni dijual seharga Rp 28 ribu untuk minum di tempat. Berikutnya arak pandan harum ukuran 650 ml dijual seharga Rp 40 ribu.
"Kalau arak yang dijual per jeriken ukuran 30 liter saya jual Rp 800 ribu," bebernya.
Warung Pan Tantri menyediakan sekitar 40 table atau meja. Masing-masing meja bisa untuk enam orang. Menurut Unggit, arak yang terjual di warungnya bisa mencapai 5 jeriken atau sekitar 150 liter dalam sehari.
Meski menjual minuman beralkohol, Unggit bertekad memberi edukasi agar para pembelinya menjadi peminum yang bijak. Itulah sebabnya, Unggit membatasi arak yang dibeli agar penikmatnya tidak oleng alias mabuk.
Unggit punya jurus untuk menghadapi peminum yang terus minta menambah minuman. Menurut Unggit, orang dalam pengaruh alkohol harus didekati dengan halus dan menyentuh hati agar tidak tersinggung. Hal itu dilakukan demi keselamatan para peminum arak saat pulang dari Warung Pan Tantri.
"Misalnya yang minum di sini empat orang, saya kasih jatah dua botol agar dia menjadi peminum dewasa dan bertanggungjawab," kata pria bertubuh gempal yang juga kolektor tapel atau topeng tradisional Bali itu.
Unggit mengapresiasi langkah Gubernur Bali I Wayan Koster yang menetapkan Hari Arak Bali setiap 29 Januari. Namun, Unggit mewanti-wanti agar peringatan itu tidak dimaknai sebagai hari untuk mabuk-mabukan.
Menurut Unggit, peringatan Hari Arak Bali sebaiknya dijadikan sebagai momentum untuk melestarikan warisan leluhur. Ia berharap konsumsi arak tetap dilakukan dengan dosis yang tepat dan bertanggungjawab.
"Jangan sampai ada anggapan oh dia minum arak, makanya dia mabuk dan rusuh. Jangan sampai arak Bali jadi kambing hitam," pungkasnya.
(iws/gsp)