Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (Distan) Provinsi Bali I Wayan Sunada membantah 30 ekor babi di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang terserang African Swine Fever (ASF) atau demam babi Afrika berasal dari Bali. Hal ini menyusul adanya informasi yang menyebut 30 ekor babi terserang babi Afrika itu berasal dari Bali.
Sunada menuturkan akibat terjadinya kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Bali pada akhir Juni 2022 sampai sekarang, seluruh Kabupaten Kota di Bali dinyatakan sebagai zona merah.
"Ini sesuai dengan Surat Edaran Satgas Penanganan Penyakit Mulut dan Kuku Nasional tentang Pengendalian Lalu Lintas Hewan Rentan Penyakit Mulut dan Kuku dan Produk Hewan Rentan Penyakit Mulut dan Kuku berbasis Kewilayahan," katanya ketika dihubungi detikBali, Kamis (19/1/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Walaupun sejak 1 Agustus 2022 Bali telah dinyatakan zero reported case PMK, namun seluruh Kabupaten Kota di Provinsi Bali masih dinyatakan sebagai zona merah. Hal tersebut, kata Sunada, sesuai dengan SE Satgas Penanganan PMK Nasional No.8 yang tidak diizinkan melalulintaskan hewan rentan PMK dari zona merah ke zona hijau, zona kuning maupun zona putih.
"Berdasarkan peraturan tersebut, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali tidak pernah mengeluarkan Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH), maupun rekomendasi teknis pengiriman hewan rentan PMK ke daerah yang dinyatakan sebagai zona hijau maupun zona kuning," sebutnya.
Ia juga mengungkapkan seluruh Kabupaten Kota di NTT hingga saat ini dinyatakan sebagai daerah zona hijau. Sehingga tidak diperkenankan adanya lalu lintas hewan rentan PMK dari daerah zona merah, zona kuning maupun zona putih ke NTT.
"Menurut Kepala Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BPTUHPT) Denpasar, ternak babi bantuan pemerintah dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian yang disalurkan melalui Satker BPTUHPT Denpasar yang diterima kelompok di Flores Timur berasal dari Provinsi NTT," terangnya.
Ia mengatakan, hal tersebut sesuai dengan persyaratan tender kepada penyedia yang mensyaratkan ternak babi harus berasal dari provinsi setempat kelompok calon penerima manfaat.
"Pernyataan Kepala BPTUHPT Denpasar tersebut diperkuat dengan dokumen karantina yang menyatakan bahwa ternak babi berasal dari Kota Kupang. Dengan demikian tidak benar ada 30 babi kiriman dari Bali mati terjangkit ASF di Flores Timur," jelasnya.
Berbagai upaya akan dilakukan untuk mengantisipasi masuknya ASF ke Bali, Distan Bali akan melarang keras masuknya hewan, seperti sapi, babi, kambing hingga kerbau ke Bali.
Baca juga: Demam Babi Afrika Ancam Nusa Tenggara Timur |
"Kami sudah punya pengalaman ketika mengalami kasus Hewan Rentan Penyakit (HRP) pada saat itu. Jadi, kami melarang keras hewan itu masuk ke Bali. Kami juga aktifkan kembali dan jaga ketat pintu-pintu masuk. Jangan sampai ternak-ternak nyelonong masuk ke Bali," katanya.
Selain itu,Sunada juga akan kembali melakukan penyemprotandisinfektan di kandang-kandang hewan.
"Harapan kami kepada masyarakat terutama peternak-peternak agar menjaga bersama-sama Bali ini, terutama di pintu masuk Bali. Jangan gegabah, dan jangan ceroboh karena penyakit ini sangat berbahaya," harapnya.
"Apalagi, di tahun 2020 kemarin babi kita sudah kena penyakit, dan kami tidak ingin kejadian ini terulang kembali di tahun saat ini. Jadi, kita sama-sama akan menjaga ketat Bali," tandasnya
(nor/bir)