Pemindahan anjing-anjing tak bertuan ini akan dilanjutkan jika situasi sudah kondusif. Tim perlu berkoordinasi sekaligus melihat sejauh mana hasil relokasi yang berjalan bertahap sejak Senin (9/1/2023).
Lurah Legian Ni Putu Eka Martini mengakui tim lapangan pernah mendapat penolakan dari sejumlah orang saat anjing-anjing akan direlokasi. Sejumlah orang tiba-tiba datang dan mengklaim bahwa anjing itu milik mereka.
Saat petugas meminta pemilik mengandangkan atau mengikat anjing itu, mereka menolak. Mereka beralasan anjing itu tak mengganggu pelancong.
"Ya kami mendapat laporan dari tim. Ada yang keberatan di pantai. Jadi dihentikan dulu. Nanti kami akan turun bersama petugas Dinas Pertanian Badung menyisir lokasi, sekalian kami cek hasil dan koordinasi lagi sama orang di pantai," ungkap Martini kepada detikBali, Jumat (13/1/2023).
Martini menyayangkan penolakan itu. Ia bakal segera berkomunikasi lagi dengan warga di sekitar pantai, termasuk para pedagang yang mungkin memelihara anjing sambil berjualan.
Martini menegaskan relokasi anjing liar ini salah satu upaya menjaga estetika Legian sebagai ikon kawasan pariwisata Bali di mata dunia. Selain itu, masalah penting lainnya adalah ancaman rabies.
Sebelumnya dua turis asing dan dua warga lokal jadi korban gigitan anjing positif rabies di sekitar Jalan Werkudara, Legian. Celakanya, dua turis yang digigit anjing itu belum diketahui nasibnya. Sedangkan dua orang lokal sudah diarahkan mencari vaksin di Puskesmas Kuta II.
Kata Martini, peristiwa itu sudah jadi bukti nyata bahwa Legian berada dalam ancaman rabies. Ia menilai relokasi ini justru memberi kepastian hidup terhadap semua hewan agar terawat.
"Kami akan tegaskan lagi ke masyarakat. Imbauan juga sudah kami pasang di dua titik. Kami ajak semua pihak untuk mengerti," pungkas Martini.
(nor/gsp)