Sejumlah penyedia layanan transportasi pariwisata, khususnya di Badung mengaku kehilangan potensi pendapatan akibat langkanya solar. Perusahaan bus juga mesti menghitung konsumsi bahan bakar minyak (BBM) secara cermat agar tidak kehabisan stok saat menerima permintaan perjalanan.
Tak hanya itu, ada pula perusahaan bus yang menolak permintaan perjalanan ke luar Bali. Sebab, perusahaan khawatir jika trip tetap dipaksakan, bus tidak mendapat solar seandainya di daerah tujuan juga terjadi kelangkaan solar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Takutnya kalau kami ambil DP (Down Payment atau uang muka, red.), tidak ada solar di daerah tujuan," kata Manajer Gugana Transport, Rosa saat ditemui di kantornya di Abianbase, Badung, Jumat (9/12/2022).
Rosa mengaku telah menolak sejumlah permintaan perjalanan ke Jawa selama Desember 2022 hingga Januari 2023 dari beberapa instansi. Pihaknya saat ini hanya melayani program perjalanan wisata di Bali sembari menunggu informasi ketersediaan solar benar-benar aman.
Akibat langkanya solar di Bali, ia memperkirakan kehilangan potensi pendapatan puluhan juta rupiah. Ia kemudian membeberkan hitung-hitungan sekali perjalanan terkait adanya pembatasan pembelian bahan bakar.
Menurutnya, perjalanan ke wilayah Bali barat butuh biaya Rp 700-800 sekali trip. Jika pembelian bahan bakar dibatasi hanya Rp 500 ribu, maka perjalanan hanya mampu sampai wilayah Bedugul, Tabanan.
"Karena itu kita nggak berani yakin ambil permintaan yang perjalanan jauh. Kami sampaikan yang kami bisa layani hanya rute tertentu, sudah sesuai kalkulasi. Kasihan penumpangnya. Nanti misalnya stok kosong malah antre berjam-jam," keluhnya.
Sebelumnya, krisis solar di Bali juga dikeluhkan Organisasi Angkatan Darat (Organda) Bali. Aktivitas sopir angkutan barang, jasa, hingga bus pariwisata menjadi terganggu. Terlebih, dari 15 ribu anggota Organda Bali, sekitar 70 persennya menggunakan kendaraan dengan bahan bakar solar.
"Misalnya bus pariwisata yang biasanya bisa narik tamu 5 kali ke obyek wisata dalam satu harinya, sekarang cuma bisa 1 kali karena kebanyakan waktunya dipakai untuk antre beli solar. Ini kan mengganggu mereka," kata Ketua DPD Organisasi Angkatan Darat (Organda) Bali I Ketut Edi Dharma Putra kepada detikBali, Selasa (6/12/2022).
Keluar Biaya Lebih
Kadek Putra Yasa, salah seorang sopir pemandu wisata di Badung, Bali juga mengeluhkan kelangkaan solar. Ia terpaksa mengeluarkan biaya bahan bakar lebih tinggi lantaran harus beralih dari solar ke dexlite. Sebab, jika memaksa memakai solar akan menghambat operasional.
Akibatnya, ia mendapatkan fee sedikit, belum termasuk pemotongan dengan pemilik kendaraan dan biaya lainnya. Di sisi lain, Kadek mengaku tidak bisa menaikkan tarif lantaran harga sudah ditentukan jauh sebelum Desember 2022.
"Hanya dibolehkan beli Rp 130 ribu. Padahal sekali trip misalnya ke Bedugul-Tanah Lot perlu Rp 180 ribu, Penglipuran Bangli-Uluwatu Rp 150 ribu," tukasnya.
(iws/dpra)