Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bali menolak kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten (UMK) di Bali. Saat ini pihaknya telah mengajukan uji materiil ke Mahkamah Agung (MA).
Apindo berupaya agar upah pekerja harus sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No.36 tahun 2021 tentang Pengupahan. Apindo Bali menyebut pihaknya hanya mengikuti keputusan Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Apindo.
"Sedang berproses, sudah diajukan, untuk detail waktu kapan diajukan kami tidak tahu, tapi infonya sudah di Mahkamah Agung, tinggal menunggu persidangan," kata Sekretaris Apindo Bali Shinta Utami saat rapat koordinasi antar DPK (Dewan Pimpinan Kabupaten/Kota) Apindo se-Bali di Jalan Menuh, Denpasar, Jumat (2/12/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Senada, Ketua Apindo Bali I Nengah Nurlaba kekeuh mengikuti arahan Dewan Pimpinan Nasional/DPN Apindo di DKI Jakarta. "Tetap kami ikuti arahan pusat," tegasnya.
Namun ia juga mengaku tidak mengetahui jadwal sidang hingga menjadi keputusan oleh DPN Apindo Pusat untuk diteruskan ke daerah masing-masing. "Menunggu berapa lama tidak tahu, ini kan juga masih lama, Januari 2023, tapi waktu berjalan cepat ya, langkahnya kami tetap sepakat pada PP 36 itu dulu," pungkas dia.
Sementara itu Wakil Ketua Apindo Bali Wayan Sukada menyayangkan pemerintah melalui Kementerian Tenaga Kerja yang terlalu cepat memutuskan upah naik di 2023 melalui Permenaker No 18 Tahun 2022 tentang penetapan upah minimum tahun 2023.
Menurutnya, PP No 36 jauh lebih tinggi daripada Permenaker 18, bahkan PP tersebut belum dicabut. Karena itu, ia sepakat dengan Shinta dan Nurlaba untuk tetap mengacu pada PP No 36 tahun 2021. Ia menyebut, idealnya UMP Bali berada di angka Rp 2,6 jutaan. "Iya kalau sesuai PP ideal UMP Bali itu Rp 2.601.289," terang Sukada.
Serikat Minta Apindo Hormati Hak Pekerja
Ketua Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM) Bali, Anak Agung Gede Eka Putra Yasa mempersilakan Apindo Bali menolak kenaikan UMK Badung 2023, yang telah ditetapkan. Namun ia mengingatkan untuk menghormati hak dan pekerja bukanlah aset perusahaan yang hanya bisa dihitung dengan nominal angka.
"Dari kami silakan kalau Apindo menolak kenaikan UMK, mereka punya hak sendiri untuk hal itu. Ya pekerja kan aset perusahaan, tapi jangan hanya dinilai sebagai angka. Harus saling menghormati dan menghargai," ujar Gung Eka, Jumat (02/12/2022).
Ia menegaskan, apabila sebuah keputusan sudah menjadi produk hukum, maka semua pihak harus menghormati dan mematuhinya. Meski kenaikan upah di Badung menurutnya masih jauh panggang dari api, pihaknya mengapresiasi langkah pemerintah yang menaikkan UMK.
"Tapi di daerah lain bahkan jauh lebih tinggi dari UMK Badung, kalau dengan angka itu pengusaha beban memberikan, ya kami sangat prihatin. Apalagi pekerjaan Bali memiliki dua fungsi sebagai pekerja dan pelaku adat, yang harusnya pengusaha juga memberikan apresiasi terkait hal itu," tandasnya.
(irb/hsa)