Sebanyak tiga orang warga binaan pemasyarakatan (WBP) atau narapidana tengah merawat anaknya di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Kelas II-A Kerobokan. Selain itu, terdapat pula satu orang narapidana yang kini sedang hamil.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPA) berjanji memberikan perhatian pada anak tersebut. KemenPPA kini memastikan agar tumbuh kembang anak napi berjalan dengan baik.
"Itu yang menjadi perhatian juga dan konsen dari kami, bagaimana memastikan, ini kan dia supaya nanti tumbuh kembang anak juga baik," kata Deputi Perlindungan Hak Perempuan KemenPPA Ratna Susianawati kepada detikBali di Lapas Perempuan Kelas II-A Kerobokan, Senin (28/11/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ratna juga mewanti-wanti pihak Lapas untuk memberikan perhatian terhadap satu orang narapidana yang kini sedang hamil. Terlebih, hari perkiraan melahirkan (HPL) narapidana tersebut sudah dekat.
"Ini kan sudah tingkat HPL, hari perkiraan melahirkan sudah dekat, didampingi kok (sama pihak Lapas). Di sini didampingi oleh dokter, ada bidannya juga. Jadi nanti juga ke mana mereka harus dirujuk saat melahirkan sudah (ditentukan)," jelasnya.
Ratna menambahkan, tidak perlu khawatir meski ada narapidana di Lapas Perempuan Kelas II-A Kerobokan yang sedang hamil. Ia memastikan bahwa hak-hak dasar anak nantinya seperti ASI eksklusif tetap didapatkan meski di dalam lapas.
"Artinya tidak perlu worry, makanya nantinya nanti pada saat setelah melahirkan anaknya kan tidak bisa seterusnya di sini karena untuk pendidikannya untuk semuanya. Tapi untuk hak-hak dasarnya mendapatkan asi eksklusif harus dipenuhi," jelasnya.
Ratna menuturkan, KemenPPA menyadari bahwa isu mengenai kekerasan perempuan dan anak menjadi persoalan utama. Karena itu, KemenPPA juga berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk menekan kekerasan terhadap perempuan dan anak, termasuk bersama lapas.
"Kita ingin juga memastikan, apalagi ini adalah lembaga pemasyarakatan perempuan, kita juga ingin semua warga binaan yang ada di sini juga mendapatkan hak-haknya selama ia menjalani proses hukum," ujarnya.
"Dan mereka juga tidak mengalami perlakuan-perlakuan diskriminatif dan nanti begitu kembali ke tengah-tengah masyarakat tidak mendapatkan stigmatisasi itu yang kita dorong sebenarnya," sambung Ratna.
Menurut Ratna, berbagai upaya tersebut terlihat sudah dilakukan oleh Lapas Perempuan Kelas II-A Kerobokan, termasuk untuk melakukan pemulihan, pendampingan dan upaya-upaya agar WBP bisa kembali seperti sebelum berhadapan dengan hukum.
"Mungkin dia menjadi korban atau menjadi pelaku dan akhirnya menjadi kategorisasi perempuan yang berhadapan dengan hukum," terang Ratna.
(iws/hsa)