Dugaan tindak pidana di kasus gagal ginjal akut sedang diselidiki Polri. Alat bukti pun kini sedang dikumpulkan untuk menaikkan kasus ini ke tahap penyidikan.
"Untuk saat ini, sifatnya penyelidikan dengan mengumpulkan bahan-bahan yang dibutuhkan oleh penyidik, kemudian menganalisa. Dan tentunya jika sudah cukup, maka akan dinaikkan dari lidik (penyelidikan) ke sidik (penyidikan)," kata Kadiv Humas Irjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Kamis (27/10/2022), dikutip dari detikNews.
Dedi menjelaskan, kepolisian dan instansi terkait lainnya terus intens melakukan komunikasi. Termasuk membahas adanya indikasi pidana terhadap dua perusahaan farmasi yang memproduksi obat-obatan yang mengandung etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) berlebihan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Komunikasi secara intens terus dilakukan, baik secara zoom meeting maupun secara teknis. Dirtipidter berkomunikasi dengan perwakilan dari Kemenkes juga deputi penindakan dari BPOM," kata Dedi.
"Itu (pidana dua perusahaan) salah satu yang dibahas kemarin. Tapi secara materi belum bisa disampaikan karena menunggu info lebih lanjut dari kepala tim," imbuhnya.
Dijelaskan, tim gabungan Bareskrim Polri yang diketuai oleh Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Brigjen Pipit Rismanto saat ini masih melakukan rapat. Rapat tersebut guna membahas langkah yang akan dilakukan tim untuk mengusut kasus tersebut.
"Per kemarin masih dilaksanakan kegiatan rapat. Kegiatan ini adalah join investigasi antara Bareskim, Kemenkes, dan BPOM. Yang merumuskan time line apa langkah-langkah yang akan dilakukan, dan pada pertemuan kemarin dimatangkan dulu. Dimatangkan pembagian seusai dengan tupoksinya masing-masing," katanya.
Dilansir dari detikHealth, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI mencurigai ada perusahaan farmasi yang sengaja menjadikan etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) sebagai bahan baku dalam produk obat sirop. Atas kecurigaan tersebut, dua perusahaan bakal dipidanakan terkait kasus ginjal akut misterius di Indonesia.
Kepala BPOM RI Penny K Lukito menyebut, kelanjutan tindak pidana tersebut mengacu pada kecurigaannya bahwa cemaran etilen glikol ada pada bahan baku. Artinya, etilen glikol dan dietilen glikol sudah bukan lagi menjadi cemaran, melainkan memang digunakan sebagai bahan baku pelarut dalam produk obat sirup.
"Kami lanjutkan ke proses hukum. Karena didapati konsentrasi tercemar dalam produknya sangat-sangat tinggi. Dan bahan baku. Bukan hanya produk, tapi bahan bakunya sangat-sangat tinggi. Kecurigaan kita di bahan bakunya sangat tinggi. Jauh lebih tinggi di bahan baku," ujarnya dalam konferensi pers di Kantor BPOM RI, Jakarta Pusat, Kamis (27/10/2022).
(iws/hsa)