Ribuan Orang Ikuti Panglukatan Banyu Pinaruh di Pantai Pasut Tabanan

Ribuan Orang Ikuti Panglukatan Banyu Pinaruh di Pantai Pasut Tabanan

Chairul Amri Simabur - detikBali
Minggu, 23 Okt 2022 13:23 WIB
Suasana pelaksanaan upacara panglukatan Banyu Pinaruh dan Barunastawa di Pantai Pasut, Desa Tibubiu, Kecamatan Kerambitan, Tabanan, Bali, Minggu (23/10/2022). (Istimewa)
Suasana pelaksanaan upacara panglukatan Banyu Pinaruh dan Barunastawa di Pantai Pasut, Desa Tibubiu, Kecamatan Kerambitan, Tabanan, Bali, Minggu (23/10/2022). (Istimewa)
Tabanan -

Sekitar 2.500 orang mengikuti upacara panglukatan Banyu Pinaruh dan Barunastawa di Pantai Pasut, Desa Tibubiu, Kecamatan Kerambitan, Tabanan, Bali, Minggu (23/10/2022). Mereka kebanyakan siswa dan sebagian lagi tokoh masyarakat di Kabupaten Tabanan.

Panglukatan Banyu Pinaruh dan Barunastawa mulai dilakukan sejak pukul 06.00 Wita hingga menjelang tengah hari. Jalannya kedua upacara itu dipimpin sembilan orang pendeta Hindu.

"Hari ini merupakan waktu yang tepat bagi umat Hindu di Bali untuk melaksanakan panglukatan (pembersihan diri)," jelas Ketua Yayasan Giri Daksa Widya Sading, I Ketut Winantra.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menjelaskan, upacara panglukatan Banyu Pinaruh menjadi rangkaian dari hari Saraswati. Itulah sebabnya, dilaksanakan pula prosesi panglukatan Barunastawa.

"Jadi ada dua upacara panglukatan di saat yang sama," ujar Winantra yang juga wakil ketua panitia dalam upacara tersebut.

Winantra menambahkan, dua panglukatan dalam satu momen itu sama-sama bertujuan untuk memohon keselamatan melalui proses pembersihan diri secara niskala. Proses pembersihan diri dilakukan secara simbolis dalam bentuk nunas tirtha (memohon air suci).

"Kalau (upacara) Banyupinaruh itu rangkaian dari Hari Saraswati yang sebelumnya. Sementara upacara Barunastawa memohon tirtha kamadalu kepada Ida Baruna Sakti di tengah samudera," kata Winantra.

Pria yang juga dosen agama Hindu di UNHI ini menambahkan, dari sisi sarana upacara atau bebantenan (sesajen) yang digunakan dalam dua upacara tersebut berbeda.

Untuk upacara panglukatan Barunastawa menggunakan bebanten pregembal. Banten ini merupakan simbol keseimbangan pada alam semesta.

Sedangkan untuk Banyu Pinaruh sarananya berupa banten wangi pejati dengan harapan memohon kebijaksanaan kepada Tuhan dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Aji Saraswati.

Selain itu, orang yang melaksanakan ritual saat Banyu Pinaruh akan memperoleh paica atau pemberian berupa loloh dan nasi pradnyan (kebijaksanaan).

"Jadi ada dua harapan yang dihaturkan dalam kedua upacara ini. Satu, harapan untuk alam semesta. Satu lagi (kebijaksanaan) untuk angga sarira atau diri sendiri," pungkasnya.

Dilansir dari laman resmi PHDI, Banyu Pinaruh berasal dari kata banyu yang berarti air dan pinaruh atau pangweruh yang artinya pengetahuan. Secara filosofis, Banyu Pinaruh bermaksud membersihkan kekotoran atau kegelapan pikiran (awidya) dengan bermandikan ilmu pengetahuan.

Manawa Dharmasastra seperti dikutip Ketut Wiana menyebutkan: "Adbhirgatrani suddhyanti, manah satyena suddhyanti widyatapobhyam bhutatma budhhir jnyanena suddyanti."

Artinya: badan dibersihkan dengan air, pikiran disucikan dengan kebenaran dan kejujuran (satya), roh atau atman dibersihan dengan ilmu pengetahuan dan tapa brata, akal atau budhi dibersihkan dengan kebijaksanaan atau jnyana.




(iws/hsa)

Hide Ads