Banyu Pinaruh dan Fenomena Melukat di Bali

Banyu Pinaruh dan Fenomena Melukat di Bali

Tim detikBali - detikBali
Minggu, 23 Okt 2022 08:08 WIB
Ilustrasi Melukat di Pura Tirta Empul, Bali.
Ilustrasi melukat di Bali (Foto: Rachman_punyaFOTO)
Bali -

Umat Hindu kembali merayakan rahina Banyu Pinaruh, Minggu (23/10/2022). Menurut tradisi Hindu di Bali, Banyu Pinaruh identik dengan prosesi pembersihan diri. Ada yang mandi ke laut, sungai, maupun sumber air lainnya untuk melakukan pengelukatan atau melukat.

Untuk diketahui, Banyu Pinaruh masih menjadi rangkaian Hari Raya Saraswati yang dirayakan sehari setelahnya. Jika Saraswati jatuh pada hari terakhir di wuku watugunung, maka Banyu Pinaruh jatuh pada hari pertama wuku sinta atau tepatnya pada redite paing sinta.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dilansir dari laman resmi PHDI, Banyu Pinaruh berasal dari kata banyu yang berarti air dan pinaruh atau pangweruh yang artinya pengetahuan. Dengan demikian, banyu pinaruh secara filosofis bermaksud membersihkan kekotoran atau kegelapan pikiran (awidya) dengan bermandikan ilmu pengetahuan.

Bhagawad Gita sebagaimana dikutip Wayan Artika dalam sebuah ulasannya tertulis:

ADVERTISEMENT

"Abhir gatrani sudyanti manah satyena sudayanti." (Badan dibersihkan dengan air, pikiran dibersihkan dengan ilmu pengetahuan.)

Hal serupa juga tertuang dalam Manawa Dharmasastra seperti dikutip Ketut Wiana:

"Adbhirgatrani suddhyanti, manah satyena suddhyanti widyatapobhyam bhutatma budhhir jnyanena suddyanti." (Badan dibersihkan dengan air, pikiran disucikan dengan kebenaran dan kejujuran (satya), roh atau atman dibersihan dengan ilmu pengetahuan dan tapa brata, akal atau budhi dibersihkan dengan kebijaksanaan atau jnyana.)

Saat banyu pinaruh, umat Hindu biasanya melukat atau melakukan pembersihan dengan mandi ke pantai atau sumber air lainnya saat matahari terbit. Tak heran, pagi hari ketika Banyu Pinaruh, sejumlah pantai di Bali biasanya ramai didatangi oleh umat Hindu.

Ada yang melukat dan membawa sarana persembahyangan, ada pula yang sekadar mandi sembari berekreasi bersama sanak famili.

Belakangan, prosesi melukat menjadi fenomena yang tak lagi hanya dilakukan oleh umat Hindu. Tak sedikit wisatawan mancanegara, pesohor, artis, hingga selebgram yang datang ke Bali untuk merasakan prosesi melukat. Melukat bahkan tak lagi soal pengalaman spiritual secara personal, tetapi juga menjadi konten di media sosial.

Umat Hindu di Bali percaya bahwa setiap manusia memiliki sifat diri yang kotor. Prosesi melukat dilakukan dengan harapan membersihkan segala hal yang bersifat kotor atau negatif, baik secara jasmani maupun rohani.

Wayan Nardayana melalui Wayang Cenk Blonk Seri 75 yang tayang di Youtube membahas secara kritis dengan pembawaan santai tentang fenomena melukat. Melalui dialog tokoh Cenk dan Blonk, Nardayana melihat fenomena melukat yang mulai melenceng.

Hal itu ditandai dengan munculnya beberapa tempat melukat yang dikomersilkan. Sebab, ketika ada materialisasi dalam spirit ketuhanan, maka air yang digunakan untuk melukat itu bukan lagi sarana penyucian, melainkan sarana komersial.

Itulah sebabnya, pengelola petirthan atau tempat pengelukatan perlu memiliki pemahaman yang baik agar filosofi malukat tidak menjadi bias. Demikian pula orang yang melukat, proses penyucian diri akan menjadi sia-sia jika pikiran tidak dikelola dengan baik.

Dengan demikian, melukat saat Banyu Pinaruh bermakna pembersihan ke dalam diri menggunakan ilmu pengetahuan sekaligus ke luar diri dengan tirtha penglukatan.

Setelah melukat di laut atau sumber air, prosesi Banyu Pinaruh biasanya dilanjutkan dengan berkeramas menggunakan air kumkuman, yaitu air berisi aneka kembang atau bunga-bunga harum. Prosesi diakhiri dengan sembahyang di merajan atau sanggah masing-masing.

Rahajeng rahina Banyu Pinaruh!




(iws/iws)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads