Tim penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Denpasar melakukan pelimpahan tahap dua perkara korupsi kredit usaha rakyat (KUR) pada salah satu bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Senin (3/10/2022).
Dalam tahap tersebut, penyidik Kejari Denpasar melakukan pelimpahan barang bukti serta tersangka berinisial ORAL kepada tim Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Penyerahan tersangka dan barang bukti hari ini dilakukan setelah berkas perkaranya dinyatakan lengkap atau P-21," jelas Kepala Seksi Intelijen atau Kasi Intel Kejari Denpasar, I Putu Eka Suyantha.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sesuai berita acara pemeriksaan atau BAP, penyidik menjerat tersangka dengan ancaman primer sesuai ketentuan pidana Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi (tipikor) berikut perubahan dan penambahannya dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 junctis Pasal 55 ayat (1) ke-1 junctis Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan ancaman subsider sesuai ketentuan Pasal 3 Pasal 18 ayat (1), (2), (3) dalam undang-undang yang sama beserta ketentuan perubahannya junctis Pasal 55 ayat (1) ke-1 junctis Pasal 64 ayat (1) KUHP.
"Terhadap tersangka akan dilakukan penahanan oleh JPU selama 20 hari ke depan di LP (Lembaga Pemasyarakatan) Kerobokan dan berkas perkaranya akan segera kami limpahkan ke pengadilan," pungkasnya.
Tersangka berinisial ORAL merupakan satu dari dua tersangka yang ditetapkan penyidik Kejari Denpasar dalam dugaan korupsi berupa penyimpangan KUR atau kredit usaha rakyat pada salah satu bank pelat merah di Denpasar dari 2017 hingga 2020. Selain ORAL, penyidik sebelumnya juga menetapkan status tersangka kepada NKM.
Modus yang diterapkan tersangka dalam dugaan korupsi ini adalah dengan mengajukan permohonan 26 KUR yang tidak sesuai prosedur. Adapun prosedur yang diduga dilanggar yakni permohonan kredit tidak dilakukan oleh calon debitur melainkan oleh para tersangka dan pemohon KUR juga mempergunakan surat keterangan usaha (SKU) fiktif.
Selain itu, tersangka juga memanipulasi tempat usaha dan melakukan pencairan dengan mengajak debitur. Sementara uang yang dicairkan kemudian diduga dipakai untuk kepentingan pribadi tersangka. Dan perbuatan terdakwa itu mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 697,8 juta lebih.
(hsa/dpra)