Sektor pertanian diharapkan tetap eksis di tengah menggeliatnya aktivitas wisata di kawasan Jatiluwih, Tabanan. Badan Pengelola Daerah Tujuan Wisata (DTW) Jatiluwih memiliki kiat agar pariwisata dan pertanian saling menguatkan.
Sejak 2017 lalu, misalnya, sebagian perolehan pendapatan pengelolaan DTW Jatiluwih disisihkan untuk menunjang keberlangsungan aktivitas keagamaan, adat, pertanian.
"Misalkan untuk Usaba Gede (upacara keagamaan besar bisa mencapai Rp 20 juta. Usaba alit Rp 5 juta. Ada juga usaba menengah Rp 10 juta," tutur Asisten Manager II Badan Pengelola DTW Jatiluwih, I Gede Made Alitoya Winaya, Sabtu (24/9/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tidak hanya itu, beberapa persen dari pendapatan DTW Jatiluwih juga disisihkan untuk subsidi pupuk kepada para petani sekalipun telah memperoleh subsidi dari pemerintah. Subsidi pupuk itu diberikan setiap masa tanam.
"Nilainya bisa mencapai Rp 100 jutaan. Di sini kan masa tanamnya dua kali dalam setahun," jelasnya.
"Adanya aktivitas wisata justru memberi support terhadap aktivitas pertanian," imbuhnya.
Winaya mengakui, program tersebut sempat terhenti lantaran pandemi COVID-19 melanda pada 2020 lalu. Pandemi juga membuat kunjungan wisatawan ke kawasan yang mendapat label Warisan Budaya Dunia tersebut nihil dan kini menciut.
Saat ini, rata-rata kunjungan ke DTW Jatiluwih ada di kisaran 600 orang perhari. Kunjungan tersebut dominasi wisatawan asing sebesar 80 persen dan sisanya wisatawan domestik.
"Awal sampai pertengahan Agustus kemarin kebetulan high season. Sempat mencapai seribu kunjungan dalam sehari. Mudah-mudahan kondisi ini terus membaik," pungkasnya.
Untuk diketahui, luas kawasan persawahan Jatiluwih totalnya 338 hektar. Dari luas tersebut, lahan sawah basah mencapai luas sekitar 303 hektar. Sisanya merupakan subak abian atau tegalan.
Aktivitas pertanian di seluruh wilayah tersebut disokong oleh tujuh subak. Di antaranya Subak Telabah Gede, Subak Besi Kalung, Subak Kedamaian, Subak Kesambi, Subak Gunung Sari, Subak Umakayu, dan Subak Umadwi.
(iws/iws)