Kawasan Canggu di Kuta Utara, Badung, Bali, menjadi perhatian sejak beberapa hari terakhir. Hal itu menyusul adanya keluhan warga lantaran Canggu berisik akibat musik kencang dari beach club, kafe, maupun bar di kawasan tersebut. Lantas, apakah fenomena itu terkait dengan overtourism?
Pengamat pariwisata dari Universitas Udayana I Putu Anom menjelaskan, kasus polusi suara di Canggu belum tentu karena kawasan tersebut tergolong overtourism. Menurutnya, perlu data yang valid untuk menyebutnya sebagai overtourism.
"Apakah yang dimaksud dengan overtourism itu menginapnya di Canggu? Sepanjang pengetahuan saya, belum tentu semuanya yang berkunjung ke bar malam-malam itu stay di Canggu," tutur Anom kepada detikBali, Minggu (18/9/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Wisatawan itu kan memang mencari tempat yang mana dia senangi atau favorit," imbuhnya.
Di sisi lain, Anom menyebut pihak pengelola tempat hiburan malam seperti bar atau beach club akan dilema ketika ada tamu berkunjung hingga larut malam. Menurutnya, pengelola tempat hiburan tidak bisa mengusir wisatawan yang masih asyik menghabiskan waktunya di bar atau diskotik.
"Tidak bisa jam 11-12 (malam) wisatawannya pulang. Di satu sisi nanti wisatawannya kecewa, pengusahanya rugi, pemerintah daerah kan juga menginginkan pajak dari sana," imbuhnya.
Anom berpendapat, bar, kafe, beach club dan sejenisnya sudah seharusnya berada jauh dari pemukiman warga. "Kalau yang begitu-begitu jangan dekat dengan pemukiman penduduk," kata dia.
Anom mendukung rencana pembuatan Peraturan Gubernur (Pergub) maupun Peraturan Bupati (Perbup) yang mengatur tentang operasional tempat hiburan, termasuk kebisingan yang ditimbulkan.
"Saya setuju dibuat Pergub, kalau tidak ada peraturan yang mengatur kan sulit orang menaati dan sulit menindak karena tidak ada peraturannya kan repot juga. Kalau cuma paruman desa aja nanti main negosiasi kan repot juga," tandasnya.
(iws/iws)